Ali K.BahasaOnline
Ada yang menarik di teras berita Samarinda Pos (20/6), “Jaang Tersinggung, Warga Dipenjara.” Wow, menarik sekali beritanya. Antara percaya tidak percaya. Warga yang dimaksud adalah Hd warga Teluk Lerong Ilir Samarinda yang berusia 62 tahun. Bisa kebayang bagaimana tuanya Bapak itu, kan? Hd diadukan SJ karena merasa tersinggung dengan pesan singkat yang dikirimkan ke ponsel pribadinya. Seperti diberitakan, bunyi tuturan Hd itu, “Selama 10 tahun jadi wakil wali kota kemudian 6 tahun menjabat Wali Kota Samarinda tak mampu mengatasi banjir di Kota Tepian.”
SJ tersinggung dan tidak nyaman dengan tuturan tersebut. Kemungkinan terdekat terkait penghinaan. Kabarnya Hd sudah diamankan dan ditahan. Sedangkan pertimbangan laporan tersebut, berdasarkan keterangan ajudan SJ sebagai langkah untuk memberikan efek jera. Yuk kita analisis secara kebahasaan Apakah layak dikatakan sebagai penghinaan? Dalam KBBI, penghinaan dimaknai dengan proses, cara, perbuatan menghina(kan). Sedangkan dalam Pasal 310 KUHP ayat (1) terkait dengan penghinaan disebutkan: Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Sebelumnya, mari kita menengok konteks tuturan Hd. Berdasar pemberitaan, pesan singkat sudah dikirimkan pada hari Minggu (12/6). Pada tanggal 11 Juni 2016 banjir melumpuhkan jalan poros Samarinda-Bontang. Banjir sebagai imbas hujan lebat yang mengguyur Kota Tepian sejak siang hari. Berdasarkan pemberitaan di Kaltim Post (12/6), genangan paling parah, mencapai perut orang dewasa, terjadi di Jalan DI Panjaitan, simpang tiga Jalan Damanhuri. Banjir hari itu tidak hanya membuat resah warga. Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak ikut resah dan sempat curhat karena banjir yang terjadi. Di sela buka puasa bersama di kediaman Sekprov Kaltim Rusmadi, Jalan M Yamin, Samarinda, Awang menyampaikan perlu waktu 45 menit dari kediaman resminya menuju lokasi. Awang Faroek juga mengaku sempat kecewa dengan Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang. Lantaran ketidakhadiran SJ dalam forum resmi membahas banjir Samarinda. Bahkan, pernah disiapkan anggaran Rp 600 miliar untuk penanggulangan banjir, tapi dana tidak bisa digunakan karena pembebasan lahan tidak jelas. Itulah konteks tuturan Hd. Bisa jadi Hd menulis tuturan itu dilatarbelakangi kegeraman sebagai warga atas banjir parah yang melanda kota Samarinda sehari sebelum mengirim pesan singkat. Lalu, coba kita lihat penggunaan bahasa pesan singkat yang dikirimkan Hd tersebut. Dalam tuturan Hd tidak dijelaskan subjek (pelaku) yang dimaksud Hd. Namun, pesan singkat yang dikirimkan Hd yang ditujukan kepada SJ sudah mengarahkan subjek yang dimaksud Hd adalah SJ. Kenyataannya, memang SJ sudah Selama 10 tahun jadi wakil wali kota kemudian 6 tahun menjabat Wali Kota Samarinda. Jadi sudah jelas maksud Hd subjek yang dimaksud adalah SJ. Kemudian kita analisis kata ‘mengatasi.’ Dalam KBBI mengatasi dimaknai dengan: menguasai (keadaan dsb); menanggulangi. Penggunaan kata mengatasi dapat dimaknai menguasai keadaaan. Apabila dikaitkan dengan sebuah persoalan, dapat dimaknai bahwa persoalan yang sudah diatasi berarti sudah dibereskan. Selanjutnya, mari kita kaitkan dengan objek ‘banjir.’ Apabila banjir sudah berhasil diatasi berarti sudah tidak terjadi lagi banjir. Sudah tidak lagi ditemukan banjir. Sedangkan apabila masih terjadi banjir, berarti banjir belum bisa diatasi. Berdasarkan pertimbangan konteks tersebut, tuturan Hd dapat dimaknai bahwa: (SJ yang) Selama 10 tahun jadi wakil wali kota kemudian 6 tahun menjabat Wali Kota Samarinda (terbukti) tak mampu mengatasi banjir di Kota Tepian (/Kota Samarinda. Hal itu dengan didasari fakta banjir masih saja terjadi. Bahkan berdasarkan fakta dan kesaksian warga kondisi banjir di Kota Samarinda justru semakin parah). Sedangkan dari sisi pilihan kata yang digunakan, tidak ada satu pun kata dalam tuturan Hd yang tergolong kata yang kasar ataupun melecehkan. Dengan kata lain, apa yang disampaikan dalam tuturan Hd telah valid, tidak mengada-ada dan tidak ada kata yang berdimensi menghina. Selain itu, mempertimbangkan relasi antara pemerintah dan warganya, tuturan Hd yang dikirim kepada SJ merupakan sebuah kritikan. Sebaiknya kritikan yang disampaikan dijawab dengan ‘kerja’ mengatasi banjir di Samarinda tercinta. Sebaliknya, apabila dijawab dengan tuntutan hukum, justru yang dikhawatirkan adalah ‘terhinanya’ SJ karena membungkam warga dalam menyampaikan kritikan. Warga jadi tidak simpatik. Tanpa bermaksud mengintervensi proses hukum yang berjalan. Sebaiknya, SJ memberikan ‘ampunan’ bagi Hd. Selain mempertimbangkan faktor usia yang sudah sepuh, secara substansi pun tidak ada unsur penghinaan dalam tuturan Hd. Apabila bunyi tuturan Hd seperti yang diberitakan, sebenarnya justru banyak kritikan yang jauh lebih pedas dan jelas-jelas menghina di berbagai grup facebook di Samarinda. Yang menurut saya, jauh lebih pantas kalau (iseng) mau dilaporkan. Semoga pemimpin-pemimpin kita kian gemar melahap kritikan. Warga pun berhak mengkritik pemimpinnya. Mari sikapi positif kritikan demi perbaikan. |
Histats.com
ARSIP BLOG
November 2018
LABEL
All
|