Ali K.BahasaOnline
Cinta itu tidak pernah disakiti dan menyakiti cinta itu murni dari hati dan akhlak dan status sosial yang begitu hebat saat ini mengiringi aku, diri aku, harta aku, dan tak dapat membendungnya sebagai manusia biasa. Begitulah curahan hati Vicky Prasetyo seperti dikutip dalam artikel Kaltim Post (13/5) bertajuk ‘Kembalinya Sang Kontroversi Hati’. Sebuah curahan hati Vicky yang mengetahui mantan tunangannya, Zaskia Gotik, hendak menikah. Ehm, selalu menarik membahas Vicky Prasetyo sebagai ‘cemilan’ obrolan. Baik kehidupan apalagi bahasanya yang terkesan intelek namun superkocak. ‘Ceplas ceplos’ dan ‘pede abis’ selalu melekat pada diri Vicky. Sikap itu bisa jadi dilatarbelakangi pemahaman Vicky bahwa semua anak bangsa berhak mengutarakan pendapat. “Kalian harus paham! Undang-undang No. 9 Tahun 1998 segala macam kebebasan menyampaikan aspirasi secara serentak di muka umum. Jadi, kalian harus berani untuk berbahasa, berkata, atau apa pun bentuknya itu.” Hebat, Vicky melek hukum rupanya. Teralis benci telah membuat Vicky melakukan pergeseran sikap. “Akhirnya penjara menjadi bahan koreksi saya untuk melakukan pergeseran sikap yang baik. Yang kemarin salah menjadi baik.” Mantap, yang seperti ini harus ditiru napi lain, utamanya napi korupsi. Permainan Bahasa Wabah bahasa Vickinisasi yang ditularkan Vicky Prasetyo dinilai termasuk penyakit bahasa. Menurut Kepala Pusat Pengembangan dan Perlindungan Badan Bahasa (Republika, 11/9/13), istilah khusus pada penyakit bahasa tersebut memang tidak ada. Meskipun demikian, ada orang yang menggunakan bahasa tertentu didasari upaya untuk meningkatkan prestise. Keinginan untuk terlihat intelek dan menaikkan nilai jual bisa jadi unsur yang mendasari penyakit bahasa. Dalam ilmu bahasa, orang menggunakan bahasa Indonesia dicampur unsur bahasa asing dan tidak pas termasuk interferensi. Tidak hanya Vicky, sebenarnya beberapa artis maupun politisi senang mempertontonkan hal yang sama. Sering kita temua para politisi dan pejabat menggunakan campuran bahasa Inggris saat berbicara dan berpidato. Hal itu tentunya menjadi contoh yang tidak baik bagi masyarakat. Vicky, selain mencampur aduk penggunaan bahasa Indonesia dengan bahasa asing, juga lihai memainkan dan menukar penggunaan istilah untuk konsep makna yang berbeda. Hal itu dapat dikategorikan permainan bahasa. Menurut I Dewa Putu Wijana dan M. Rohmadi (2009) permainan bahasa adalah bentuk penggunaan bahasa yang tidak semestinya, di dalamnya mengandung berbagai penyimpangan, seperti fonologi, gramatikal, kekacauan hubungan bentuk dan makna, dan bermacam-macam pelanggaran yang bersifat pragmatis. Dengan demikian, berbagai penyimpangan maupun kesalahan dilakukan penutur. Permainan bahasa dilakukan dengan sadar untuk tujuan tertentu. Sumber gambar:http://showbiz.liputan6.com/ Permainan bahasa dimaksudkan untuk tujuan tertentu, seperti melucu, mengkritik, menasihati, melarang, dan berbagai tuturan lain yang sering tidak mudah diidentifikasi. Tujuan utama permainan bahasa pada dasarnya untuk humor. Tujuan tersebut dapat mudah tercapai apabila mengunakan ragam bahasa informal (santai). Penggunaan ragam informal memungkinkan keleluasaan permainan bahasa. Ragam bahasa resmi pun masih memungkinkan untuk dipermainkan, seperti yang dilakukanVicky. Permainan bahasa pemicu humor dapat diwujudkan dengan manipulasi linguistik dalam seluruh tataran kebahasaan. Manipulasi bebas dilakukan penutur. Manipulasi linguistik dirasa berhasil apabila menimbulkan gelak tawa. Keberhasilan itu tergantung kreativitas penutur. Kreativitas permainan bahasa Vicky dipadukan dengan muatan motivasi. Mungkin Vicky ingin menyejajarkan diri dengan Mario Teguh. “Kalian ketahui, gravitasi bumi terjadi pada siang hari khususnya pada jam makan siang. Iya, karena anarkis terjadi pada saat kondisi perut dalam keadaan lapar. Maka bumi saat itu mulai berputar. Anda harus paham pelajaran yang penting dalam pendidikan sekaligus masa depan Anda.” Sebuah permainan bahasa yang sulit kita cerna. Ada dua dugaan motif Vicky menggunakan permainan bahasa. Antara upaya meningkatkan prestise ataukah sekadar humor. Apabila untuk tujuan meningkatkan prestise dan kesan intelek, Vicky gagal total. Sama halnya penonton yang hampir selalu gagal paham mencerna permainan bahasa Vicky. Sebaliknya, apabila sekadar untuk humor, Vicky pantas dinobatkan sebagai pelawak cerdas, intelek, dan kreatif. Hasil lawakan ala Vicky membutuhkan kecerdasan juga perenungan. Cak Lontong salah satu pelawak yang juga memanfaatkan beragam permainan bahasa. Dalam ‘Permainan Bahasa Humor Cak Lontong’ Jurnal Lingua, (2014), Ali Kusno mengungkapkan beberapa permainan bahasa yang digunakan Cak Lontong. Cak Lontong menggunakan permainan logika/penalaran berbahasa, seperti: “Pengemis itu orang yang rendah hati. Walaupun uangnya banyak, tapi pakaiannya tetap sederhana. Daripada orang yang pakaiannya bagus tapi kerjaannya ambil uang rakyat, lebih baik minta daripada mengambil.” Cak Lontong suka mengkreasikan permainan peribahasa. Kreasi dilakukandengan substitusi kata dan frasa, seperti: “Air beriak tanda ada orang tenggelam.” Sedangkan versi asli peribahasa tersebut: air beriak tanda tak dalam. Cak Lontong terkenal sebagai pelawak yang gemar menggunakan permaian bahasa survei dan riset. Survei tersebut tidak lebih dari sekadar permainan kata Cak Lontong yang sebatas ‘survei-surveian dan riset-risetan’, seperti: “ngomongin tentang kopi, saya ingin menunjukkan data hasil penelitian saya tentang cara terbaik menikmati kopi. Salah satunya ialah tentang cara menuang air ke dalam cangkir kopi. Jangan salah, ini penting! Kualitas kelezatan kopi sangat dipengaruhi oleh kualitas penuangan air ke dalam cangkir itu. Caranya? Pastikan airnya adalah air panas yang dituang dan pastikan pula airnya dituang tidak melebihi ukuran cangkirnya.” Cak Lontong juga sering menggunakan permainan kata-kata motivasi. Kata-kata bijak berisi motivasi memberikan pesan-pesan positif bagi pemirsa. Sebaliknya, apabila kata-kata bijak dipelesetkan dapat menimbulkan humor, seperti: “hidup itu harus pasrah, agar hidup terasa ringan. Contohnya saya! Saya pasrahkan anak-anak saya ke mertua, sehingga hidup saya terasa ringan.” Belajar dari Cak Lontong, sebenarnya Vicky tidak perlu takut mengikrarkan diri sebagai pelawak. Sedikit banyak mengurangi cemoohan yang tak terbendung menghampiri. Bahasa inteleknya akan diterima pemirsa karena motifnya humor semata. Vickinisasi sebuah fenomena. Seperti fenomena lainnya, bila tiba saatnya, lenyap begitu saja. Tinggal Vicky memanfaatkan momentum sebaik mungkin. Permainan bahasanya berhasil menjadi lawakan dan hiburan masyarakat di tengah kondisi labil ekonomi. Vicky berhak memainkan bahasa. Tuturan katanya sebagai ungkapan retorika hati. Kata, bagi Vicky, mempunyai arti tersendiri. “Kata-kata itu tidak pernah menjadi sebuah hal yang membohongi bagi siapa pun yang berbicara. Kata-kata melahirkan kalimat interaksasi, interaksi untuk menguatkan ada keharmonisan dalam sebuah statusisasi sebuah hubungan antarsesama.” Menghargai bahasa Vickinisasi sebagai bentuk hiburan, bukan sebatas menghargai seorang Vicky. Kita sekaligus belajar sebagai bangsa pengapresiasi, bukan penghujat. Selama ini kita fasih saat mencaci, namun lidah kelu untuk menghargai. Bukalah teralis benci, lihatlah kebaikan daripada kekurangan orang lain.“Ada filosofi vickinisasi mengatakan, apabila hujan dilambangkan sebuah kesedihan dan mentari kita lambangkan sebuah keceriahan maka diperlukan keduanya agar tercipta pelangi yang indah pascakeburaman.” * Rangkaian kata yang dicetak miring merupakan pernyataan Vicky Prasetyo dan Cak Lontong dalam berbagai acara di televisi. * Opini Ali Kusno dimuat di Majalah Warta Harmoni |
Histats.com
ARSIP BLOG
November 2018
LABEL
All
|