Ali K.BahasaOnline
Sebuah pengalaman luar biasa yang saya dapatkan ketika mengikuti acara Seminar Tahunan Linguistik (SETALI) 2016. Acara yang sangat menarik yang diadakan Prodi Linguistik Sekolah Pascasarjana UPI Bandung. Seminar berlangsung dua hari (1—2 Juni 2016). Sebelumnya diadakan workshop 'Analisis Data Kebahasaan dengan Sudut Pandang Linguistik Forensik' pada tanggal 30—31 Mei 2016. Kali ini saya ingin membagikan sedikit ilmu yang saya dapatkan dalam workshop ‘Analisis Data Kebahasaan dengan Sudut Pandang Linguistik Forensik’ pada tanggal 30—31 Mei 2016. Workshop yang lumayan. Lumayan mahal biayanya, he... bagi kantong pegawai rendahan seperti saya. Namun, semua terbayar dengan ilmu luar biasa yang bisa saya dapatkan.
Workshop dilaksanakan selama dua hari. Pada hari Senin 30 Mei 2016 diisi dengan materi Language as Evidence oleh Prof. John Gibbsons. Materi dilanjutkan dengan ‘Temuan Empiris Gambaran Kompetensi Penyidik Polri dalam bidang Bidang Linguistik Forensik’ Oleh Prof. E. Aminudin Aziz, M.A. Ph.D. Sedangkan pada hari kedua, Pada hari Selasa 31 Mei 2016 diisi dengan materi yang sama, hanya saja pada hari kedua Prof. E. Aminudin Aziz, M.A. Ph.D., digantikan oleh Bang Andhika Dutha Bachari. Sebagian besar peserta adalah para penyidik kepolisian yang di bawah jajaran Kepolisian Daerah Jawa Barat. Selain itu juga ada peserta dari kawan-kawan di Pusat Pengembangan Strategi dan Diplomasi Kebahasaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Peserta dari MA. Peserta dari dari kalangan pengacara. Selebihnya, saya dan juga para dosen dari berbagai perguruan tinggi. Maklum, Memang, sepertinya baru UPI Bandung yang sudah menggeluti linguistik forensik di Indonesia. Sebenarnya, bintang utamanya Prof. John Gibson. Sayang, keterbatasan penguasaan bahasa Inggris, menghambat diri untuk memahami yang disampaikan. Jangankan mau bertanya, bagaimana menyusun kalimat pertanyaan saja bingung. Sepertinya ada sebagian peserta juga kurang mengerti lantaran mengalami nasib serupa dengan saya. Yah, pelajaran, inilah pentingnya belajar bahasa Inggris. Perlu kursus sepertinya saya, he. Saya tidak mau rugi. Otak saya yang tidak lagi muda ini saya ajak bekerja keras. Menangkap setiap kata-kata yang disampaikan narasumber. Berusaha mencerna dan memahami setiap penjelasan. Biasanya saya yang mengantuk mendengarkan perkuliahan dan ceramah, kala itu paling hanya dua tiga kali menguap. He... Ingat biayanya, jadi tidak mengantuk. Lalu apa yang saya dapatkan dari workshop itu? Ini saya sedikit saya bagikan kepada pembaca kulitnya linguistik. Isinya disambung dengan tulisan berikutnya. Gratis, tidak perlu bayar. Tapi kalau mau traktir atau kirim makanan, boleh kok. Penasaran yang anda rasakan sama dengan rasa penasaran yang mengelayut dalam benak saya ketika mengikuti acara workshop itu. Apa sih linguistik forensik? Sederhananya, linguistik forensik adalah cabang linguistik yang mengkaji data bahasa lalu menggunakan hasil kajian untuk kepentingan peradilan. Jadi, analisis yang dilakukan bermanfaat sebagai kepentingan peradilan. Selama ini memang terkait dunia peradilan kita sering mendengar istilah, kedokteran forensik dan audit forensik. Nah, itu kurang lebih sama kepentingannya. Banyak kan sekarang ini kasus-kasus hukum yang terkait data kebahasaan. Masih ingat kasus Prita Mulyasari? Kasus Hakim Sarpin? Kasus Habib Rizieq Campur Racun? Nah, di situlah peran linguistik forensik diperlukan. Seperti kasus Habib Rizieq yang dituduh melecehkan ‘salamnya orang Sunda’ Sampurasun dengan campur racun. Dari yang disampaikan Prof. Amin setelah dianalisis memang dengan melihat konteksnya tidak ada unsur pelecehan. Kasus itu pun berakhir dengan damai. Banyak bukti kebahasaan yang dapat membantu mengungkapkan sebuah kasus. Apalagi sekarang ini banyak kasus seperti pencemaran nama baik, penghinaan, fitnah dan lain-lain. Ada juga kasus sertifikat tanah ganda. Semua itu terkait dengan data-data kebahasaan. Linguistik dapat diandalkan untuk membantuk mengungkapkan. Linguistik forensik juga sangat diperlukan bagi penyidik di kepolisian. Mulai dari memahami kasus, sampai pada penyusunan BAP. Pemahaman linguistik forensik akan sangat membantu tugas-tugas kepolisian dalam menyikapi banyaknya kasus-kasus hukum yang terkait dengan data kebahasaan. Makin naik daunnya linguistik forensik, tentu menjadi hamparan pengabdian bagi para linguist. Linguistik tidak hanya berkutat pada subjek predikat. Kata baku tidak baku. Kalimat efektif tidak efektif. Namun, linguistik memiliki kebermaknaan. Buat apa? Membantu menegakkan keadilan, membantu pengungkapan kasus korupsi, dan lainnya. Tentu ini kabar gembira untuk guru bahasa Indonesia. Menaikkan nilai jual pelajaran bahasa Indonesia. O, ternyata bahasa Indonesia penting juga, ya. Oleh karena itu, ini menjadi harapan sekaligus tantangan bagi para linguist untuk menunjukkan perannya. Untuk dapat berperan, tentunya para linguist harus memantaskan diri agar dapat disebut sebagai ahli bahasa. Jangan sampai ketika di peradilan, kesaksian kita diragukan. Menurut kesaksian yang pernah menjadi saksi ahli, sisi inilah yang sering diserang ketika di persidangan. Ya, karena keahlian kita diragukan. Memantaskan diri tentu dengan memperdalam bidang keilmuan kebahasaan. Gelar akademik tentunya juga diperhitungkan. Perlu juga memperbanyak wawasan tentang linguistik forensik. Memantaskan diri dengan siap menghadapi segala risikonya. Kalau takut dengan risiko seperti diancam dan sebagainya, ya mundur teratur saja. Harapannya tentu dapat lahir linguist-linguist yang siap dipanggil sebagai saksi ahli bahasa dalam persidangan. Harapannya di setiap daerah ada linguist-linguist yang siap membantu pihak kepolisian mengungkap kasus-kasus hukum yang terkait dengan data kebahasaan. Seperti yang disampaikan Prof. Amin dan Bang Andhika, saat ini di Indonesia masih sangat minim saksi ahli linguistik forensik. Bagaimana, anda siap? Kalau saya pribadi sepertinya belum pantas. Masih harus banyak belajar lagi. Bukan begitu, kawan? |
Histats.com
ARSIP BLOG
November 2018
LABEL
All
|