Ali K.BahasaOnline
Halaman-halaman Kaltim Post mulai dihiasi aneka berita jelang Pemilihan Wali Kota Samarinda 2015. Petahana sibuk berbenah berharap kelak terpilih lagi. Sebisa mungkin petahana tampil memikat pada detik-detik akhir. Wajah-wajah pesaing pun mulai bermunculan. Mungkin mereka bermimpi indah, masyarakat terpesona dan jatuh hati. Seperti alunan lagu Rina Nose: Maju mundur, maju mundur cantik, cantik. Kedip mata biar kau tertarik. Masyarakat Samarinda sepatutnya berpikir jernih. Semoga tidak ada lagi barter aspirasi dengan amplop. Masyarakat tidak mudah terbuai janji manis. Masyarakat jangan mau diperlakukan layaknya tempat berlabuh. Para calon wali kota berlabuh selagi butuh, kemudian berlalu pergi entah kapan akan kembali. Masyarakat sudah terlalu sering diperlakukan seperti itu. “Tahu lah Acil, Sakitnya tuh di sini!” Menjadi menarik membahas wali kota dari kaca mata kajian bahasa. Hakikatnya, seorang wali kota memiliki tugas dan wewenang memimpin penyelenggaraan daerah . Hal itu sesuai dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.. Kata wali kota termasuk bentuk polisemi. Polisemi berasal dari kata poly dan sema, yang masing-masing berarti banyak dan tanda. Polisemi berarti bentuk bahasa (kata, frasa, dsb.) yang mempunyai makna lebih dari satu. Polisemi memiliki makna berbeda, tetapi masih memiliki hubungan makna. Contoh polisemi di antaranya kata kepala. Kata kepala memiliki polisemi kepala sekolah, kepala rumah tangga, kepala surat, dan kepala daerah. Kata kepala dalam polisemi tersebut dapat diartikan bermacam-macam. Beragam arti tersebut mengacu pada arti utama kata kepala sebagai bagian tubuh manusia yang ada di atas leher. Kata wali memiliki polisemi sebagai berikut: wali Allah, wali kota, wali hakim, wali kelas, wali murid, wali negara, dan wali negeri. Pemakaian kata wali pada konteks polisemi tersebut tidak menimbulkan makna yang benar-benar baru. Makna-makna tersebut masih memiliki kesamaan rujukan dengan makna wali yang berarti seseorang yang dipercaya, pelindung, atau pemimpin. Wali kota adalah orang yang dipercaya. Wali kota mendapatkan kepercayaan atau amanah dari rakyat yang memilih. Makna kata wali kota sebagai orang yang dipercaya berdekatan makna dengan kata wali Allah. Wali Allah dapat dimaknai orang yang dipercaya Allah atau ada juga yang memaknai Teman Allah. Wali dalam kisah penyebaran Islam di Nusantara, tidak bisa lepas dari Walisongo. Walisongo mumpuni dalam hal ilmu agama. Selain itu, Walisongo memiliki karomah bagi kehidupan masyarakat. Seorang wali kota dalam menjalankan pemerintahannya dapat meneladani sifat-sifat Wali Allah. Tulus menjalankan kepercayaan yang Allah berikan. Wali kota harus dapat menjadi karomah bagi masyarakat dan negara. Niscaya sang Wali kota akan selalu terpatri di hati masyarakat. Masyarakat akan mengenang sang Wali kota sebagai pemimpin yang amanah. Bekerja tulus untuk mendapatkan keridhoan Allah. Wali kota adalah pelindung. Pelindung masyarakat dari kepentingan kelompok. Pelindung masyarakat dari rasa tidak aman. Pelindung masyarakat dari keresahan tidak mampu menyekolahkan anak. Pelindung masyarakat agar dapat bekerja dengan aman dan nyaman. Wali kota adalah seorang pemimpin. Wali kota dalam memimpin dapat meneladani kepribadian para khalifah. Dalam sejarah Islam tercatat, Umar bin Abdul Azis dikenal sebagai seorang khalifah yang patut menjadi teladan. Beliau sangat jujur. Beliau tidak pernah mau menerima hadiah dari siapa pun. Sebuah riwayat menyebutkan, setelah dinobatkan datanglah seorang konglomerat yang hendak memberikan hadiah. Khalifah Umar bin Abdul Azis menolak keras pemberian itu. Baginya, hadiah itu tidak ubahnya usaha penyuapan. Kolusi dan persekongkolan antara wali kota dengan kolega dapat berdampak pada penyuapan dan korupsi. Seorang wali kota sebagai pejabat negara saat dilantik telah bersumpah atas nama Allah. Dia bersumpah untuk tidak menerima hadiah atau sesuatu pemberian yang diketahui atau diperkirakan akan merugikan negara dan jabatannya. Suatu sumpah yang tidak main-main. Pertanggungjawabannya langsung kepada Allah. Seperti Khalifah Umar, Khalifah Ali bin Abi Thalib pernah memperingatkan gubernurnya di Mesir. Gubernur itu dijamu makan para pengusaha setempat. Beliau berkata”Tegakkanlah keadilan dalam pemerintahan dan pada diri Anda sendiri, dan carilah kepuasan rakyat, karena kepuasan rakyat memandulkan kepuasan segelintir orang yang berkedudukan istimewa. Ingatlah! Segelintir orang yang berkedudukan istimewa itu tak akan mendekati Anda ketika Anda dalam kesulitan.” Seorang wali kota adalah orang yang dipercaya, pelindung, dan juga pemimpin. Wali kota selayaknya bermanfaat bagi masyarakat. Bersih dari hal-hal yang merugikan. Wali kota bisa meneladani kegigihan dan ketulusan dari Wali Allah. Wali kota harus mampu menjaga dan melaksanakan amanah masyarakat. Wali kota harus mampu melindungi kepentingan masyarakat. Wali kota harus menjadi pemimpin seperti para khalifah. Saatnya para calon wali kota bertanya pada diri sendiri, “Layakkah saya menerima amanah? Layakkah saya sebagai pelindung? Layakkah saya memegang tongkat kepemimpinan? Kuatkah saya menahan rongrongan kepentingan pribadi dan kelompok?” Seandainya masih ragu terlebih lagi merasa tidak mampu, sebaiknya mereka jujur berkata, “Kalian pilih yang lain saja”. * Opini Ali Kusno dimuat di Kaltim Post |
Histats.com
ARSIP BLOG
November 2018
LABEL
All
|