Saya sendiri besok sudah berangkat ke Lombok, Bima, lalu jalan darat ke Dompu, Tambora, dan Sumbawa Besar. Saya juga harus langsung kerja, kerja, kerja. Seperti moto lama saya. Begitulah penggalan Dahlan Iskan dalam tulisan Ini Dia Kabinet Kerja, Kerja, Kerja, Sedikit Drama sebelum Kerja. Banyak pembaca koran maupun media online dibuat terpana dan penasaran tulisan Dahlan Iskan. Ada yang berpendapat seperti diajak jalan-jalan. Ada pula yang berpendapat asyik menggelitik. Saya mencoba memotret tulisan Dahlan Iskan dari sudut kajian bahasa. Kategori Tulisan Feature. Bahasa penulis maupun jurnalis bisa saja sama, tetapi gayanya pasti beda. Kekhasan penulis dapat tercermin dari tulisan. Tulisan Dahlan Iskan dapat dikategorikan sebagai feature. Feature dimaksudkan untuk memberikan hiburan sebagai bacaan sedap, mendidik, rileks, dan ringan. Feature yang disajikan Dahlan Iskan memiliki kekhasan, berikut uraiannya. Pilihan judul yang menarik. Judul feature Dahlan Iskan efektif membuat pembaca tertarik dan penasaran. Judul-judul yang pernah dipakai, seperti: Semoga Waras Listrik di Kegilaan BBM; Di Balik Jonan yang Meringkuk dan Danang yang Meringis; dan Dari Mitsui Menjadi Milik Anak Negeri. Optimalisasi teras (lead) yang sempurna. Sebuah teras (lead) yang menarik menjadi daya pikat awal seseorang membaca tulisan. Berhenti membaca atau meneruskan. Dahlan Iskan mampu memikat pembaca dengan teras yang sempurna. Penggunaan Humor. Feature Dahlan Iskan segar dengan selingan humor, seperti pada feature Gerak Gerbong Mandalika Menuju Toba: “Angin bertiup sejuk. Bulan yang mendekati purnama tampak menor di langit bersih. seperti baru keluar dari salon.” Pengunaan kalimat pendek. Dahlan Iskan menghindari kalimat panjang melelahkan. Kalimat pendek menjadi pilihan Dahlan Iskan, seperti dalam feature Bandara Kamil dan Pelabuhan Bergarbarata: “Garbarata? Yes! Inilah untuk kali pertama penumpang kapal dilewatkan garbarata. Seperti naik pesawat saja. Tidak lagi lewat tangga di dinding kapal yang bergoyang-goyang itu. Yes! Pelindo III memulainya! Sejarah!” Gaya deskripsi yang gamblang. Gaya deskripsi membuat pembaca memperoleh kesan mengenai hal yang digambarkan. Feature Dahlan Iskan memikat dengan deskripsi yang gamblang. Pembaca ikut merasakan petualangan Dahlan Iskan dalam feature Gerak Gerbong Mandalika Menuju Toba: “Seusai rapat, senja sudah lewat. Saya langsung menuju pantai terindah di kawasan Mandalika, di belakang Novotel: Pantai Kuta. Saya duduk di atas pasir putih menghadap laut selatan.” Gaya narasi seperti orang berkisah. Bertutur secara naratif dapat diibaratkan seperti orang berkisah. Dahlan Iskan berkisah tentang perjalanannya ke Balikpapan dalam feature perjalanan Jembatan Fenomenal di Tangan Perusahaan Fenomenal: “Setelah meninjau bandara baru Sepinggan, Balikpapan, saya berkesimpulan: sudah siap diresmikan kapan saja Presiden SBY menghendaki. Terminal bandara itu sangat membanggakan. Besarnya dua kali lipat dari bandara baru Surabaya.” Dandanan gaya bahasa. Feature-feature Dahlan Iskan banyak sentuhan gaya bahasa. Gaya bahasa bagi Dahlan Iskan seperti dandanan bagi tulisan. Tulisan menjadi cantik nan menarik. Sentuhan gaya bahasa Dahlan Iskan terasa dalam feature Pesiden Baru Tanpa Bulan Madu: “Contoh lain, anggaran untuk pesantren, PAUD, dan sekolah swasta. APBN bidang pendidikan itu besarnya seperti gajah bengkak.” Tidak terikat kaidah kebahasaan. Dahlan Iskan tidak ingin dibatasi aturan-aturan dalam menuangkan gagasan. Dahlan Iskan memiliki karakter feature yang mendobrak aturan kebahasaan. Dobrakan tersebut seperti pada feature Xiao Ping Guo Sebelum Jalan Ke Tamrin: “Tapi, juga ada satu gerakan senam yang tidak akan dimainkan lagi: Dahlan Style. Sebab, syair lagunya tidak cocok lagi. Ada kalimat ‘Dahlan Iskan seorang menteri’ di dalam lagu Sunda Cirebonan yang dinyanyikan Diana Sastra itu.” Menutup dengan klimaks ataupun antiklimaks. Penutup feature yang bagus mampu memberikan kesan yang mendalam. Dahlan Iskan suka mengakhiri tulisan dengan klimaks ataupun antiklimaks. Berikut penutup feature Telah Lahir Sang Penari Langit Nasional: “Ricky terdiam sejenak. Kepalanya menunduk. Wajahnya menatap ke bumi. Sesaat kemudian baru dia berucap. “Saya akan tetap di Indonesia. Seadanya,” jawab Ricky. “Saya akan meneruskan semua ini semampu saya,” tambah dia.” Dalam penutup tersebut Dahlan Iskan piawai melibatkan emosi menggugah empati. Pembaca ikut hadir dalam diri Dahlan Iskan dan Ricky. Begitu emosi pembaca sampai pada puncak suasana dan rasa, saat itu pulalah tulisan diakhiri. Merindukan Dahlan Iskan Dahlan Iskan besar di lingkungan jurnalistik. Meski sempat tersesat dalam pemerintahan dan politik. Melalui feature, Dahlan Iskan berbicara, bercerita, dan bersenda gurau dengan pembaca. Karakteristik feature Dahlan Iskan akan terus bertambah seiring derap langkah sepatu kets yang enggan berhenti. Segesit gerakannya dengan baju putih digulung. Baju yang sekarang menjadi tren pegawai pemerintahan. Penulis dan masyarakat akan selalu merindu Dahlan Iskan, hadir dalam untaian tulisan. Merindu feature Dahlan Iskan yang free dari menteri. Semoga Dahlan Iskan terus melahirkan feature-feature baru, seperti moto lamanya: kerja, kerja, kerja. * Opini Tulisan Ali Kusno dimuat di Kolom Opini Jawa Pos Group Saat ini, kita sebagai orang tua dihadapkan pada kenyataan anak kita yang mengalami keterlambatan berbicara. Anak yang mengalami keterlambatan bicara sebenarnya memiliki sosial-emosional dan perkembangan intelegensi yang normal seperti anak lainnya. Masalah anak terlambat bicara biasanya dialami 5-10 persen anak-anak usia prasekolah dan cenderung lebih sering dialami anak laki-laki daripada perempuan. Dalam Dokter Sehat (2014) diungkapkan bahwa keterlambatan bicara pada anak bisa disebabkan berbagai faktor, antara lain : pertama, mengalami hambatan pendengaran. Bila anak mengalami kesulitan dalam pendengaran, secara otomatis menyebabkan anak kesulitan meniru, memahami, dan menggunakan bahasa. Masalah pendengaran pada anak biasanya disebabkan adanya infeksi telinga. Kedua, hambatan perkembangan otak. Adanya gangguan pada daerah oral-motor di otak mengakibatkan ketidakefisienan hubungan di daerah otak yang berperan untuk menghasilkan bicara. Kondisi tersebut dapat menyebabkan anak kesulitan menggunakan bibir, lidah, dan rahang untuk menghasilkan bunyi. Ketiga, adanya masalah keturunan. Keterlambatan bicara juga bisa dipengaruhi oleh faktor keturunan. Meskipun belum ada penelitian yang bisa membuktikan kebenaran tersebut, biasanya anak yang terlambat bicara ternyata memiliki riwayat keluarga yang mengalami gangguan yang sama. Keempat, Minimnya komunikasi. Ini biasa dialami anak-anak yang kedua orangtua bekerja. Anak diserahkan kepada pembantu atau pegasuh. Padahal interaksi dan komunikasi antara orangtua dengan anak bisa menstimulasi anak untuk memperbanyak kosa katanya. Sayangnya, beberapa orangtua tidak menyadari jika cara berkomunikasi mereka berpengaruh terhadap perkembangan anak. Kelima, Faktor televisi. Anak yang sering menonton televisi akan menjadi pendengar yang pasif. Anak hanya menerima tanpa harus mencerna dan memproses informasi yang masuk. Menonton televisi juga bisa membuat anak menjadi traumatis karena menyaksikan tayangan yang berisi adegan perkelahian, kekerasan, dan seksual. Pentingnya Kecerdasan Bahasa Menurut Howard Gardner (1993) kecerdasan bahasa, sebagai salah satu kecerdasan majemuk anak, menunjukkan kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa dan kata-kata, baik secara tertulis maupun lisan, dalam berbagai bentuk yang berbeda untuk mengekspresikan gagasan. Orang yang cerdas dalam bidang ini dapat beragumentasi, menyakinkan orang, menghibur, dan mengajar dengan efektif melalui kata-kata yang diucapkannya. Kecerdasan bahasa sangat penting dalam dunia modern sekarang karena setiap orang cenderung menilai orang dari cara berbicara mereka dan daya saing pada dunia modern sangat keras. Kecerdasan bahasa ini juga menentukan kesuksesan yang akan dialami anak usia dini di masa yang akan datang. Anak yang cerdas dalam berbicara memiliki kemampuan untuk menghargai kata-kata dan artinya juga. Dengan kecerdasan bahasa yang dimiliki, anak dapat menjalin hubungan yang baik sehingga orang lain dapat menangkap apa yang dipikirkan anak. Bahasa tidak dapat berlangsung tanpa proses pikir. Seseorang berpikir diungkapkan melalui bahasa. Hal ini perlu bagi anak usia dini untuk diberi pengalaman yang membantu mereka membentuk keterampilan bahasanya sehingga mereka dapat berpikir baik, untuk mengerti dunia yang mereka tinggali dan berkomunikasi dengan orang lain. Anak dengan latar belakang keterampilan bahasa yang baik akan memiliki pengertian yang lebih baik untuk konsep membaca dan menulis. Oleh karena itu, menjadi sebuah kewajiban bagi orangtua memberikan pendampingan dalam menstimulasi anak untuk mengembangkan kecerdasan bahasanya. Peran Lagu dalam Menstimulasi Bahasa Anak Salah satu cara yang dapat dilakukan orang tua dalam mengembangkan kecerdasan bahasa anak adalah dengan menggunakan lagu anak-anak. Menurut Fortunata Tyasrinestu (2013) ketika anak-anak mendendangkan lagu, secara tidak langsung juga belajar bahasa. Kata-kata mempunyai peranan yang penting karena menggambarkan isi atau pesan dari lagu tersebut. Lagu anak juga berperan sebagai musik pendidikan yang lebih memperhatikan efek dari musik terhadap perkembangan anak. Dari hasil penelitian Fortunata Tyasrinestu (2013) terungkap bahwa karakteristik lagu anak berbahasa Indonesia telah disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga memperhatikan unsur kebahasaan yaitu satu suku kata untuk satu notasi dengan memperhatikan bahwa setiap suku kata didahului dengan pulsa dada yang dinyatakan sebagai hembusan nafas. Idealnya musik untuk anak-anak usia dini mempunyai tiga komponen utama yakni: memiliki vokal, mampu merangsang gerak, dan dapat memberikan rangsangan anak untuk mendengarkan dengan seksama atau menyimak (Tetty Rachmi dkk, 2008). Pilihan lagu yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak perlu diperhatikan. Saat ini banyak anak-anak yang justru mengenal lagu dewasa daripada lagu anak-anak. Hal itulah yang sangat mengkhawatirkan dan perlu peran aktif orangtua dalam pendampingan anak. Lagu-lagu anak-anak di Indonesia saat ini memiliki kelebihan dalam membantu perkembangan bahasa anak. Lagu yang sudah cukup akrab bagi anak-anak dan anak relatif mudah menirukan adalah lagu Satu-satu Aku Sayang Ibu. Pada lagu tersebut, anak akan mengenal kata-kata baru. Kata-kata yang dikenalkan ada di antaranya kata bilangan. Secara makna, anak dikenalkan arti kasih sayang kepada anggota keluarga maupun sesama. Selanjutnya, pada lagu anak Lihat Kebunku, anak juga dikenalkan dengan hal-hal baru. Pada lagu Lihat Kebunku, anak dikenalkan dengan lebih banyak kata baru. Anak mulai dikenalkan dengan konsep berkebun dan menanam bunga. Anak dikenalkan dengan berbagai macam warna. Anak diajarkan untuk menyayangi tanaman. Anak diajarkan menyayangi keindahan. Pada lagu yang lain, seperti Bintang Kecil anak dikenalkan dengan pengalaman berbeda. Selain mengenalkan anak-anak dengan pengembangan bahasa dengan pengenalaan kata-kata baru, anak juga dikenalkan dengan ilmu perbintangan. Anak juga diajak berimajinasi terbang dan menari di antara bintang-bintang. Sudah selayaknya kita menjadi orang tua yang bijak. Orang tua yang mengerti tentang perkembangan anak, termasuk perkambangan bahasanya. Situmulasi bahasa pada anak harus terus dilakukan. Salah satu media yang efektif dengan menggunakan lagu anak-anak. Bisa menggunakan audia visual, atau orang tua menjadi model bagi anak. Apabila orang tua bisa terlibat menjadi model yang menanyikan lagu, akan berpengaruh baik untuk peningkatan perkembangan bahasa anak. Selain itu, Orang tua yang terlibat menyanyikan lagu-lagu akan bermanfaat menjaga hubungan emosional orang tua dengan anak. * Opini Ali Kusno belum dimuat di media massa Media sosial, seperti facebook, twitter, instagram, path dan lain-lain, makin naik daun. Hampir semua peselancar dunia maya memiliki akun media sosial. Jasa media sosial sangat besar. Kemenangan Obama dan Jokowi sebagai presiden tidak lepas dari kiprah media sosial. Masyarakat umum pun merasakan kelebihan media sosial. Bahkan ngegosip pun tidak lagi di kantin atau parkiran, cukup di media sosial. Betul ibu-ibu? Dalam konteks bermasyarakat dan bernegara, media sosial dapat berperan sebagai wadah kritik sosial. Media sosial hadir sebagai solusi sumbatan aspirasi. Berbagai ketidakberesan di masyarakat menjadi bahan kritikan. Kritikan di media sosial kian berisik, tajam, dan pedas. Masih hangat dalam ingatan, awal Februari lalu riuh cuitan “Cirebon Kota Tilang”. Para pengguna media sosial menggunjingkan kepolisian Cirebon. Mereka mengeluhkan banyaknya aksi tilang saat melintas di wilayah Cirebon. Alasan penangkapan pun terkesan mengada-ada. Beragam meme ‘Cirebon Kota Tilang’ bertebaran di media sosial. Rata-rata menggunakan bahasa humor, unik, dan menyentil. Hal itu tentu mencoreng nama baik Cirebon. Selain sebagai Kota Udang, Cirebon juga dikenal sebagai kota tilang. Polda Jawa Barat tidak tinggal diam. Dirlantas Polda Jawa Barat, Kombes Sugiharto, menerima kritikkan dengan lapang dada dan menganggap sebagai masukan dari masyarakat (Okezone.com, 22/2/2016). Oknum polisi yang terlibat pun langsung ditindak. Selamat. Media sosial berhasil mendesak pembenahan kepolisian di Cirebon. Pengguna media sosial di Samarinda tidak mau ketinggalan. Belajar dari keberhasilan ‘Cirebon Kota Tilang’, pengguna media sosial di Samarinda kompak menyuarakan ‘Samarinda Kota Juru Parkir”. Keberadaan juru parkir liar di Samarinda dinilai sudah meresahkan. Lantaran mereka mengenakan tarif parkir seenaknya, bahkan mengarah pemerasan dan kekerasan. Pengguna media sosial meluapkan kekesalan dengan membuat beragam meme sindiran. Salah satunya, meme yang bertuliskan 'Selamat Datang di Samarinda Kota Jukir'. Gayung bersambut. Rupanya kritikan pengguna media sosial membuat Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang panas telinga. Jaang tidak terima dengan julukan baru kota yang dipimpinnya. Tindakan tegas pun diambil. Juru parkir liar ditertibkan. Selamat. Media sosial berhasil mendesak pemerintah Kota Samarinda mengatasi juru parkir liar. Dua kasus tersebut membuktikan bahwa media sosial efektif menjadi sarana perubahan. Para pemangku kebijakan tidak perlu alergi. Sudah bukan zamannya lagi antikritik. Hal itulah yang diajarkan presiden kita, Bapak Jokowi. Masyarakat kita semakin cerdas dalam melihat ketidakberesan pemerintahan. Suara mereka dapat bergulir cepat di media sosial. Positifnya tentu masyarakat lebih berani bersuara. Keluhan masyarakat pun lebih didengar. Meskipun demikian, tentu kritik yang disampaikan harus dapat dipertanggungjawabkan. Para pengguna media sosial harus dapat bertanggung jawab secara substansi maupun kemasan bahasanya. Jangan sampai kritik yang disampaikan melanggar kesopanan dan mencemarkan nama baik seseorang. Terlebih lagi menabrak aturan, seperti UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Surat Edaran Kapolri SE/06/X/2015 tentang Ujaran Kebencian. Sayangnya sebagian besar pengguna media sosial belum memahami hal itu. Kasus penghinaan dan pencemaran nama baik justru semakin marak. Sepanjang tahun 2013, direktori pencarian pada situs Mahkamah Agung RI mencatat ada 791 kasus pencemaran nama baik di seluruh Indonesia yang telah diputuskan (Zifana, 2015). Kasus yang masih hangat terjadi di Ponorogo bulan November 2015 lalu. Gara-gara membuat meme yang dinilai menghina polisi, seorang pengguna media sosial harus berurusan dengan hukum. Seorang anggota Polantas keberatan dengan meme tentang dirinya yang cenderung melecehkan. Meme tersebut menggambarkan polisi tersebut tengah memegang radio seluler (handie talkie). Permasalahannya adalah penggambaran percakapan antara sang polisi dengan istrinya seputar ‘uang hasil tilang’. Kasus serupa banyak terjadi di daerah-daerah. Kemudahaan dan kebebasan pengguna media sosial menjadi pemicunya. Selain itu, rendahnya kesadaran masyarakat dalam menggunakan bahasa yang santun menjadi faktor pendorong. Banyak pengguna media sosial yang mencuitkan kata-kata kasar, tuduhan tidak berdasar, dan membunuh karakter seseorang. Pengguna media sosial sebaiknya menyadari etika dan norma dalam bermedia sosial. Kritikan yang disampaikan harus atas dasar rasa peduli bukan membenci. Kebencian yang diwujudkan dalam kritikkan hanya akan merugikan orang lain dan juga diri sendiri. Oleh karena itu, tutur bahasa yang santun di media sosial harus dijaga. Kita harus membuktikan bahwa Indonesia pantas dikenal sebagai bangsa yang memegang teguh adat ketimuran. Boleh kita mengkritik, tetapi janganlah menghina. Keberagaman kritik di media sosial merupakan perwujudan dari kontrol sosial. Tingginya akses masyarakat di media sosial berpotensi membentuk ruang demokrasi baru. Media sosial menyediakan ruang rembuk dan perdebatan. Berjalannya waktu, masyarakat akan semakin dewasa dalam menyampaikan kritikan di media sosial. Begitu pula, setiap para pemangku kebijakan. Mereka harus semakin terbuka terhadap kritikan yang datang. Semoga. |
Histats.com
ARSIP BLOG
November 2018
LABEL
All
|