Perkembangan media massa saat ini memberikan banyak manfaat bagi masyarakat. Media massa memberikan wadah jurnalisme agar ikut berkontribusi dalam membagikan informasi kepada masyarakat. Kebebasan yang diberikan dalam menuangkan gagasan di media tetap harus memperhatikan prinsip kesopanan. Dalam media tertulis pun harus memperhatikan kesantunan tersebut karena apabila sebuah tulisan masuk ke media massa berarti sudah melibatkan berbagai pihak. Dalam aktivitas menulis seperti di Kompasiana melibatkan pihak-pihak, seperti Kompasianer (penulis), masyarakat (pembaca), dan pihak terkait dengan isi tulisan. Kesopanan dalam KBBI Daring dimaknai dengan 1) adat sopan santun; tingkah laku (tutur kata) yang baik; tata krama; 2) keadaban; peradaban; 3) kesusilaan (http://badanbahasa.kemdikbud.go.id). Kesopanan berdasarkan definisi tersebut merupakan bentuk adat sopan santun dalam bertingkah laku (tutur kata) yang baik. Sedangkan menurut Leech (1993: 161) sopan santun sering diartikan secara dangkal sebagau suatu ‘tindakan yang sekadar beradab’ saja, namun makna yang lebih penting yang diperoleh dari sopan santun ialah sopan santun merupakan mata rantai yang hilang antara prinsip kerja sama dengan masalah bagaimana mengaitkan daya dengan makna. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahami bahwa pengertian kesopanan berbahasa adalah adat sopan santun tutur kata yang baik yang mengaitkan daya dan makna. Prinsip kerja sama tidak dapat menjelaskan mengapa manusia sering menggunakan cara yang tidak langsung untuk menyampaikan apa yang mereka maksud. Dalam hal ini peranan sopan santun menjadi penting. Melalui sopan santun dapat diungkapkan alasan dalam pemilihan penggunaan bahasa yang mengedepankan sopan santun. Dengan demikian, sopan santun tidak sebatas mengungkapkan cara bertutur yang sopan, melainkan juga mengungkapkan alasan penggunaan bahasa tersebut. Penelitian tentang kesopanan berbahasa seiring dengan perkembangan masyarakat. Menurut Rahardi (2009: 35) penelitian kesantunan mengkaji penggunaan bahasa (language use) dalam suatu masyarakat bahasa tertentu. Masyarakat tutur yang dimaksud adalah masyarakat dengan aneka latar belakang situasi sosial dan budaya yang mewadahinya. Adapun yang dikaji dalam penelitian kesantunan adalah segi maksud dan fungsi tuturan. Sebagai retorika interpersonal, pragmatik membutuhkan prinsip kesopanan (politeness principle). Prinsip kesopanan tersebut berhubungan dengan dua peserta percakapan, yakni diri sendiri (self) dan orang lain (other) (Wijana, 2009: 51). Diri sendiri adalah penutur, dan orang lain adalah lawan tutur, dan orang ketiga yang dibicarakan penutur dan lawan tutur. Dalam konteks artikel di rubrik Politik Kompasiana, diri sendiri adalah kompasianer (penulis), sedangkan orang lain adalah masyarakat (pembaca), dan orang ketiga yang dibicarakan penulis (anggota DPR, pemerintah, dan masyarakat). Selain memperhatikan pihak-pihak terkait, menurut Chaer dalam Masfufah (2013: 103) ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam memberikan tuturan, yaitu (1) identitas sosial budaya para partisan (penutur dan lawan tutur), (2) topik tuturan, (3) konteks waktu, situasi, dan tempat penuturan berlangsung. Selain itu, dalam tuturan juga dipengaruhi oleh tujuan tuturan. Dengan demikian, dalam bertutur lisan maupun tulisan harus memperhatikan identitas sosial budaya para partisan, topik tuturan, konteks, dan juga tujuan. Hal-hal pokok tersebut menjadi pertimbangan kesopanan dalam tuturan. Pesan yang disampaikan dapat dengan baik diterima peserta tutur apabila komunikasi yang terjalin mempertimbangkan prinsip-prinsip kesopanan berbahasa.
1 Comment
|
Arsip
March 2017
Baca yang Lain
|