Menurut M. Munir (2006: 62) definisi dakwah adalah suatu proses penyampaian/penyeruan informasi Ilahiyah kepada para hamba manusia yang merupakan bagian integral dari hidup dan kehidupan setiap individu muslim. Cukup banyak metode strategi dalam berdakwah, seperti ceramah, tausiah, nasihat, diskusi, bimbingan keagamaan, uswah dan qudwah hasanah, dan lain sebagainya (An-Nabiry, 2008: 239). Saat ini istilah ceramah dan tablig mulai digeser oleh istilah tausiah. Ceramah dan tablig lebih merujuk pada aktivitas pidato, yakni pidato tentang keislaman, sedangkan tausiah lebih terkesan informal (http://romeltea.com). Sedangkan dalam KBBI (Departemen Pendidikan Nasional, 2014) tausiah artinya pesan, misalnya dalam bentuk syair lagu yang berisi nasihat. Secara praktis, tausiah artinya ceramah keagamaan yang berisi pesan-pesan dalam hal kebenaran dan kesabaran. Sarana dakwah sudah mengalami perkembangan luar biasa. Basit (2013: 76) mengungkapkan bahwa masyarakat sekarang ini tidak hanya mengandalkan ulama sebagai sumber satu-satunya untuk mendapatkan pengetahuan keagamaan. Masyarakat bisa memanfaatkan televisi, radio, surat kabar, ponsel, video, CD-room, buku, majalah dan buletin. Bahkan, internet sekarang ini menjadi media yang begitu mudah dan praktis untuk mengetahui berbagai persoalan keagamaan, dari masalah-masalah ringan seputar ibadah sampai dengan persoalan yang pelik sekalipun, semua sangat mudah untuk diketahui dan didapatkan. Ustaz Yusuf Mansyur menjadi salah satu dari deretan ustaz yang dikenal di tanah air. Nama Ustaz Yusuf Mansyur mulai dikenal masyarakat setelah meluncurkan buku Wisata Hati Mencari Tuhan yang Hilang (klikvsi-yusufmansur.com). Ustaz Yusuf Mansyur lebih dikenal sebagai ustaz dengan konsep sedekah. Ustaz Yusuf Mansyur banyak memberikan tausiah melalui media televisi seperti Wisata Hati ANTV. Video-video tausiah Ustaz Yusuf Mansyur dalam berbagai acara banyak diunggah di Youtube. Gaya tausiyah Yusuf Masyur membuat masyarakat terpikat. Kegiatan pengajian yang diadakan di daerah-daerah selalu dipadati jamaah. Apapun nama dan metode dakwah yang terpenting menyampaikan pesan kebaikan bagi umat. Membawa ketentraman dan kedamaian. Kedua hal itulah yang saat ini sering berlalu dari diri (kita) dan sulit kita dapatkan.
0 Comments
Persepsi dalam KBBI Daring (2016) tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu; serapan, proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancaindranya. Selain itu, persepsi dapat juga dimaknai dengan (dari bahasa Latin perceptio, percipio) adalah tindakan menyusun, mengenali, dan menafsirkan informasi sensoris guna memeberikan gambaran dan pemahaman tentang lingkungan. Persepsi bukanlah penerimaan isyarat secara pasif, tetapi dibentuk oleh pembelajaran, ingatan, harapan, dan perhatian (Wikipedia, 2016).
Pengertian persepsi menurut beberapa ahli: Brian Fellows: persepsi adalah proses yang memungkinkan suatu organisme menerima dan menganalisis informasi. Kenneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken: persepsi adalah saran memungkinkan kita memperoleh kesadaran akan sekeliling dan lingkungan kita. Philip Goodacre dan Jennifer Follers: persepsi adalah proses mental yang digunakan untuk mengenali rangsangan. Joseph A. Devito: persepsi adalah proses yang menjadikan kita sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indra kita. Dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian persepsi merupakan suatu proses penginderaan, stimulus yang diterima oleh individu melalui alat indera yang kemudian diinterpretasikan sehingga individu dapat memahami dan mengerti tentang stimulus yang diterimanya tersebut. Proses menginterpretasikan stimulus ini biasanya dipengaruhi pula oleh pengalaman dan proses belajar individu (Lirik Online, 2016). Perkembangan media massa saat ini memberikan banyak manfaat bagi masyarakat. Media massa memberikan wadah jurnalisme agar ikut berkontribusi dalam membagikan informasi kepada masyarakat. Kebebasan yang diberikan dalam menuangkan gagasan di media tetap harus memperhatikan prinsip kesopanan. Dalam media tertulis pun harus memperhatikan kesantunan tersebut karena apabila sebuah tulisan masuk ke media massa berarti sudah melibatkan berbagai pihak. Dalam aktivitas menulis seperti di Kompasiana melibatkan pihak-pihak, seperti Kompasianer (penulis), masyarakat (pembaca), dan pihak terkait dengan isi tulisan. Kesopanan dalam KBBI Daring dimaknai dengan 1) adat sopan santun; tingkah laku (tutur kata) yang baik; tata krama; 2) keadaban; peradaban; 3) kesusilaan (http://badanbahasa.kemdikbud.go.id). Kesopanan berdasarkan definisi tersebut merupakan bentuk adat sopan santun dalam bertingkah laku (tutur kata) yang baik. Sedangkan menurut Leech (1993: 161) sopan santun sering diartikan secara dangkal sebagau suatu ‘tindakan yang sekadar beradab’ saja, namun makna yang lebih penting yang diperoleh dari sopan santun ialah sopan santun merupakan mata rantai yang hilang antara prinsip kerja sama dengan masalah bagaimana mengaitkan daya dengan makna. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahami bahwa pengertian kesopanan berbahasa adalah adat sopan santun tutur kata yang baik yang mengaitkan daya dan makna. Prinsip kerja sama tidak dapat menjelaskan mengapa manusia sering menggunakan cara yang tidak langsung untuk menyampaikan apa yang mereka maksud. Dalam hal ini peranan sopan santun menjadi penting. Melalui sopan santun dapat diungkapkan alasan dalam pemilihan penggunaan bahasa yang mengedepankan sopan santun. Dengan demikian, sopan santun tidak sebatas mengungkapkan cara bertutur yang sopan, melainkan juga mengungkapkan alasan penggunaan bahasa tersebut. Penelitian tentang kesopanan berbahasa seiring dengan perkembangan masyarakat. Menurut Rahardi (2009: 35) penelitian kesantunan mengkaji penggunaan bahasa (language use) dalam suatu masyarakat bahasa tertentu. Masyarakat tutur yang dimaksud adalah masyarakat dengan aneka latar belakang situasi sosial dan budaya yang mewadahinya. Adapun yang dikaji dalam penelitian kesantunan adalah segi maksud dan fungsi tuturan. Sebagai retorika interpersonal, pragmatik membutuhkan prinsip kesopanan (politeness principle). Prinsip kesopanan tersebut berhubungan dengan dua peserta percakapan, yakni diri sendiri (self) dan orang lain (other) (Wijana, 2009: 51). Diri sendiri adalah penutur, dan orang lain adalah lawan tutur, dan orang ketiga yang dibicarakan penutur dan lawan tutur. Dalam konteks artikel di rubrik Politik Kompasiana, diri sendiri adalah kompasianer (penulis), sedangkan orang lain adalah masyarakat (pembaca), dan orang ketiga yang dibicarakan penulis (anggota DPR, pemerintah, dan masyarakat). Selain memperhatikan pihak-pihak terkait, menurut Chaer dalam Masfufah (2013: 103) ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam memberikan tuturan, yaitu (1) identitas sosial budaya para partisan (penutur dan lawan tutur), (2) topik tuturan, (3) konteks waktu, situasi, dan tempat penuturan berlangsung. Selain itu, dalam tuturan juga dipengaruhi oleh tujuan tuturan. Dengan demikian, dalam bertutur lisan maupun tulisan harus memperhatikan identitas sosial budaya para partisan, topik tuturan, konteks, dan juga tujuan. Hal-hal pokok tersebut menjadi pertimbangan kesopanan dalam tuturan. Pesan yang disampaikan dapat dengan baik diterima peserta tutur apabila komunikasi yang terjalin mempertimbangkan prinsip-prinsip kesopanan berbahasa. Bahasa dan media memiliki keterkaitan erat. Salah satu perkembangan bahasa didukung peran media massa. Sedangkan perkembangan media massa tidak lepas dari perkembangan bahasa. Menurut Thornborrow (2006: 78) media massa adalah salah satu cara yang paling banyak kita gunakan untuk mengakses informasi tentang dunia sekitar kita, dan sekaligus merupakan sumber dari sebagian besar kegiatan hiburan kita. Oleh karena itu, media menjadi tempat yang sangat berpotensi untuk memroduksi dan menyebarluaskan makna sosial, atau dengan kata lain, media berperan besar dalam menentukan makna dari kejadian-kejadian yang terjadi di dunia untuk budaya, masyarakat, atau kelompok sosial tententu. Peran besar media massa dengan kelebihan memroduksi dan menyebarluaskan makna sosial tersebut menjadikan media massa sangat memungkinkan dimanfaatkan pihak berkuasa. Menurut Thornborrow (2006: 82) aspek yang paling menarik dan paling penting dari potensi kekuasaan media jika dilihat dari sudut pandang linguistik adalah cara media memberitakan orang dan kejadian. Level dari penggunaan bahasa tersebut disebut representasi bahasa. Beberapa struktur linguistik bisa membentuk ideologi yang beragam. Hal itu menimbulkan berbagai versi dan pandangan yang berbeda dari satu kejadian yang sama. Menurut Fairclough dalam Jorgensen dan Philips (Ahmadi F., 2015: 255) ideologi sebagai konstruksi makna yang memberikan kontribusi bagi pemroduksian, pereproduksian, dan transformasi hubungan-hubungan dominasi. Hal seperti itu sangat tampak dalam dunia media di Indonesia saat ini. Sebagai contoh, berdasarkan hasil penelitian Umar (2014) dalam Analisis Wacana Kritis Teks Berita MetroTV dan tvOne mengenai ‘Luapan Lumpur Sidoarjo’ menyimpulkan bahwa struktur teks MetroTV tidak hanya berisi pemarapan peristiwa, namun juga memberi pemaparan hal-hal negatif yang mengangkat hal tidak baik (buruk) dari PT Lapindo Brantas. Struktur teks tvOne tidak hanya berisi pemaparan informasi sebagaimana lazimnya teks berita, namun juga memberi nuansa argumentasi untuk teks berita dengan tujuan menetralkan isu-isu yang negatif. Selanjutnya, Ideologi MetroTV adalah pencitraan negatif dengan menyerang, sementara ideologi tvOne adalah pencitraan positif dengan membela diri dan menentralkan isu-isu negatif pihak lain. Strategi MetroTV adalah Menguatkan hal negatif dari orang lain dan Mengurangi hal positif dari orang lain. Strategi tvOne adalah Menguatkan hal positif dari diri kita dan Mengurangi hal negatif dari diri kita. Fakta tersebut menunjukkan bahwa media di Indonesia sangat rentan dimanfaatkan kepentingan pemilik media maupun pihak lain yang memiliki kekuasaan dan kekuatan finansial. Kondisi tersebut tentunya berdampak tidak baik bagi masyarakat karena tidak mendapatkan informasi sesuai dengan faktanya. |
Arsip
March 2017
Baca yang Lain
|