Abstrak Propaganda menggunakan manipulasi dan daya tipuan pesan yang mempesona sebagai sarana negosiasi dengan tujuan meyakinkan orang agar menganut suatu aliran, sikap, atau arah tindakan tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis indikasi propaganda dalam tuturan Habib Rizieq Shihab (HRS) menjelang Aksi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) yang diunggah di Facebook. Kerangka pemikiran utama dalam penelitian ini menggunakan teori semiotika Roland Barthes dengan model kajian analisis wacana. Prinsip penafsiran dilakukan secara multimetode, yaitu melalui penafsiran lokal (termasuk ruang dan waktu) dan prinsip analogi dalam menafsirkan pengertian (makna) yang terkandung di dalam wacana. Data penelitian ini berupa tuturan dalam akun Facebook HRS menjelang Aksi GNPF MUI. Hasil penelitian menunjukkan tuturan HRS lebih banyak menyerang pribadi BTP. HRS menuduh BTP menistakan agama Islam sekaligus melecehkan Pancasila. HRS mengajak umat Islam bersatu turun aksi sebagai bentuk jihad. Pemerintah termasuk aparat TNI dan Polri jangan sampai menghalangi aksi GNPF MUI. Tuturan- tuturan HRS termasuk kategori propaganda. Semua propaganda HRS disebarluaskan para pendukungnya sehingga memengaruhi opini publik sekaligus memobilisasi massa jelang Aksi GNPF MUI. Kata kunci: wacana, propaganda, penistaan agama PENDAHULUAN Dalam perkembangan tahapan Pilkada DKI Jakarta 2017 muncul isu terkait penistaan agama yang dilakukan salah satu calon gubernur, Basuki Tjahja Purnama (BTP). Sejumlah pengacara yang tergabung dalam Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) bersama (NNNN BBBB) NB mendatangi Kantor Badan Reserse dan Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia (Bareskrim Polri) untuk melaporkan incumbent Gubernur DKI Jakarta, BTP, dengan tuduhan melakukan penistaan agama. BTP dilaporkan terkait isi pidatonya pada saat melakukan kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu. Dalam kesempatan itu, BTP menyinggung QS Al-Maidah ayat 51. Gelombang tuntutan terhadap BTP semakin meluas dan memicu dilakukannya aksi massa hingga beberapa kali. Salah satu aksi yang melibatkan massa dalam jumlah yang banyak adalah aksi pada 4 November 2016 yang digawangi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI). Dalam aksi tersebut terdapat unsur yang paling menonjol, yaitu Front Pembela Islam (FPI), ..................(MPJ) , dan Gubernur Muslim untuk Jakarta (GMJ) (Arifin, 2016). Aksi-aksi yang dilakukan FPI itu tidak bisa lepas dari peran sentral HRS, Imam Besar FPI sekaligus tokoh penggerak dalam aksi GNPF MUI. Salah satu media yang digunakan HRS untuk menggerakkan aksi adalah saluran media sosial Facebook. Sebagai tokoh sentral di balik GNPF MUI, HRS tentunya menjadi panutan. Berbagai unggahan HRS dalam akun Facebook menjadi motor penggerak aksi massa GNPF MUI. Satu hal yang menarik untuk dicermati adalah terkait ada tidaknya ciri propaganda dalam unggahan-unggahan yang dilakukan HRS. Oleh karena itu, penelitian ini berkepentingan untuk mengidentifikasi ciri-ciri propaganda dalam tuturan HRS di Facebook menjelang dilaksanakannyan Aksi GNPF MUI. Penelitian ini akan menganalisis upaya pembentukan opini publik yang dilakukan HRS menjelang dilaksanakanya Aksi GNPF MUI. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pembanding penelitian lain yang mengidentifikasi bentuk-bentuk tuturan yang dikategorikan sebagai pembentuk propaganda. Terlebih lagi tuturan itu disampaikan oleh seorang publik figur yang dapat berdampak luas bagi kehidupan di masyarakat. TEORI DAN METODE PENELITIAN Bahasa dalam dunia politik digunakan sebagai sarana penyampai pesan-pesan politik. Melalui bahasa, para politisi menyampaikan aspirasi, visi, dan misi kepada masyarakat. Wacana politik (S. Wareing & Jones, 2007: 55) dilandaskan pada prinsip bahwa persepsi orang terhadap masalah-masalah atau konsep tertentu bisa dipengaruhi oleh bahasa. Untuk dapat memengaruhi persepsi orang tersebut salah satunya melalui bahasa propaganda. Dalam KBBI (2017) propaganda dimaknai dengan penerangan (paham, pendapat, dsb) yang benar atau salah yang dikembangkan dengan tujuan meyakinkan orang agar menganut suatu aliran, sikap, atau arah tindakan tertentu. Propaganda (dari bahasa Latin modern: propagare yang berarti mengembangkan atau memekarkan) adalah rangkaian pesan yang bertujuan untuk memengaruhi pendapat dan kelakuan masyarakat atau sekelompok orang. Propaganda tidak menyampaikan informasi secara obyektif, tetapi memberikan informasi yang dirancang untuk memengaruhi pihak yang mendengar atau melihatnya (“Propaganda,” 2017). Propagandis mencoba untuk mengarahkan opini publik untuk mengubah tindakan dan harapan dari target individu. Yang membedakan propaganda dari bentuk-bentuk lain dari rekomendasi adalah kemauan dari propagandis untuk membentuk pengetahuan dari orang-orang dengan cara apapun yang pengalihan atau kebingungan. R.A. Santoso Sastropoetro menyimpulkan pengertian propaganda merupakan suatu penyebaran pesan yang telah terencana secara seksama untuk mengubah sikap, pandangan, pendapat, dan tingkah laku dari penerimanya/komunikan sesuai dengan pola yang ditentukan komunikator (Wasono, 2006:54). Menurut Nurudin ((Wasono, 2006:56) komponen penting yang menandai propaganda adalah (1) dalam pro-paganda ada pihak yang secara sengaja melakukan penyebaran pesan untuk mengubah sikap dan perilaku sasaran propaganda; (2) propaganda dilakukan secara kontinyu; (3) dalam propaganda ada proses penyampaian, gagasan, kepercayaan, bahkan doktrin; (4) tiap propaganda mempunyai tujuan mengubah pendapat, sikap, perilaku individu atau kelompok lain; (5) propaganda dilakukan secara sadar; dan (6) dalam propaganda digunakan media (yang tepat). Cross (Wasono, 2006:64) terdapat 13 jenis teknik propaganda, yakni (1) umpatan (name-calling), (2) sebutan yang muluk-muluk (glit-tering generalities), (3) pupra-pura orang kecil (plain folks appeal), (4) pujian (argumen ad populum), (5) pengalihan pada orang lain (argumen ad hominem) (6) pinjam ketenaran (transfer atau guilt or glory association), (7) ikut-ikutan (bandwagon), (8) sebab-akibat yang keliru (faulty cause and effect), (9) analogi sesat (false dilemma), (12) penumpukan fakta yang mendukung (card stack-ing), dan (13) kesaksian (testimonial). Salah satu tujuan yang hendak dicapai politisi adalah membujuk para pendengar/warga masyarakat untuk percaya validitas dari klaim-klaim si politisi (S. Wareing & Jones, 2007:55). Para politisi menggunakan bahasa sebagai media utama untuk menyampaikan pesan propaganda kepada masyarakat luas. Tanpa adanya bahasa, pesan propaganda tidak dapat disampaikan kepada publik atau pihak yang menerima pesan. Peran besar media sosial dengan kelebihan dalam menyebarluaskan makna sosial menjadikannya memungkinkan dimanfaatkan pihak tertentu. Menurut Thornborrow (2006:82) aspek yang paling menarik dan paling penting dari potensi kekuasaan media jika dilihat dari sudut pandang linguistik adalah cara media memberitakan orang dan kejadian. Peran media sosial dalam memengaruhi sebuah peristiwa terungkap dalam penelitian (Kusno, 2017). Dalam penelitian tersebut dianalisis konflik linguistik yang bernuansa SARA banyak ditemukan dalam grup facebook ‘Bubuhan Samarinda’ yang berpotensi menjadi pemicu konflik sosial. Selanjutnya, pengungkapan indikasi propaganda dengan semiotik Roland Barthes terarah pada wacana khusus yang disebut mitos (miyth) yakni wacana berkonotasi, wacana yang memasuki lapisan konotasi dalam proses signifikasinya (Budiman, 2002:95). Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif (Moleong, 1994:6). Objek penelitian ini berupa penggunaan bahasa dalam akun Facebook HRS menjelang Aksi GNPF MUI, 4 November 2016. Data dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa dokumen. Sumber data dokumen yaitu akun Facebook HRS. Penelitian ini menggunakan kajian analisis wacana. Prinsip penafsiran dapat melalui penafsiran lokal (termasuk ruang dan waktu) dan prinsip analogi dalam menafsirkan penggertian (makna) yang terkandung di dalam wacana (Djajasudarma, 1993: 75). Pengkajian data dilakukan dengan menginterpretasikan tanda dan makna pesan verbal, serta unsur pembentukan opini dalam akun Facebook HRS tersebut. Hasil penelitian ini juga peneliti verivikasi melalui diskusi dengan ahli bahasa dan komunikasi, yakni Andhika Duta Bachari (UPI) dan Sitti Syahar Inayah (IAIN Samarinda). PEMBAHASAN Berikut ini analisis penggunaan bahasa dalam akun Facebook HRS beberapa hari sebelum aksi 4 November 2016. Analisis makna dikelompokkan berdasarkan kategori makna propaganda dalam akun Facebook HRS. Ahok sebagai Penista Agama Islam Makna pertama dalam tuturan HRS terdapat tuturan yang mengandung pemaknaan bahwa BTP penista agama (Islam). Dalam KBBI V (“KBBI Daring,” 2016) nista diartikan dengan hina, rendah. Penista agama berarti orang yang menghina atau merendahkan agama (Islam). HRS menuduh BTP merendahkan agama Islam. Pernyataan Polri setelah memeriksa Ahok: "Hukum Agama mungkin kena, Hukum Positif belum tentu." Ini Pernyataan Polisi Penegak Hukum atau Advokat Pembela Ahok ... ???!!! Penista Agama di Indonesia sama-sama kena Hukum Agama dan Hukum Positif ... !!! Hukum Positif yang mana yang membiarkan dan melepaskan Penista Agama ... ??? Atau mungkin maksud POLRI: "Silakan umat Islam menghukum Ahok dengan Hukum Agama saja". Kalau begitu, tentu LEBIH BAIK (25 Oktober 2016). Makna tataran pertama tuturan itu membangun seperangkat tanda pada lapisan pertama (denotasi) seperti isi tuturan tersebut. Selanjutnya, pada tataran makna kedua (tataran konotasi), citra itu mengandung makna yang merepresentasikan bahwa masyarakat patut mempertanyakan sikap Polri yang tidak juga menghukum BTP. HRS menyatakan bahwa tidak ada satu pun hukum positif yang membiarkan dan melepaskan penista agama (termasuk BTP). HRS berpendapat pernyataan Kapolri dapat ditafsirkan umat Islam dipersilakan menghukum BTP dengan menggunakan hukum agama. Menurut HRS justru lebih baik apabila BTP dihukum menggunakan hukum agama. Hal itu didasari pertimbangan bahwa hukum Islam lebih jelas kaidah dan aturannya bagi seorang penista agama. Pada tataran makna ketiga dapat dipahami bahwa HRS terkesan sudah menvonis bahwa BTP seorang penista agama. Penilaian HRS hanya dari sudut pandangnya tanpa mempertimbangkan konteks tuturan BTP. Selain itu, HRS merasa lebih mengetahui hukum daripada pihak kepolisian. HRS dalam pernyataan tersebut secara jelas telah memvonis BTP sebagai seorang penista agama yang harus segera diadili. Tuduhan HRS hanya dari sudut pandangnya tanpa mempertimbangkan konteks tuturan BTP. Selain itu, HRS merasa lebih mengetahui hukum daripada pihak kepolisian. Dalam teknik propaganda, tuturan HRS yang menyatakan BTP penista agama (Islam) termasuk pemberian julukan (name calling) yakni penggunaan julukan negatif untuk menjatuhkan seseorang. BTP harus Dipenjara HRS termasuk tokoh yang gencar melontarkan tuntutan agar BTP dipenjara, seperti dalam data berikut. AYO ... PENJARAKAN AHOK !!! .... SEGERA PENJARAKAN AHOK ... !!! Pada tataran pertama, semua membangun seperangkat tanda pada lapisan pertama (denotasi) dengan literal: ayo penjarakan BTP! Segera penjarakan BTP! Pada tataran makna kedua (tataran konotasi), citra itu mengandung beberapa makna yang merepresentasikan bahwa BTP harus segera dipenjarakan. Penggalangan dukungan dilakukan HRS (FPI) melalui media daring dengan petisi dukungan MUI untuk memenjarakan BTP. Hal itu sebagai pembentukan makna bahwa aksi yang dilakukan mendapat banyak dukungan dari masyarakat. Berdasarkan tuturan itu HRS kembali menegaskan ajakan untuk mendukung aksi BTP agar segera dipenjara. Hal itu bentuk provokasi dan propaganda terhadap umat agar menekan pihak berwajib untuk segera menindak dan memenjarakan BTP. Hal itu termasuk pemberian julukan negatif terhadap BTP yang pantas untuk segera dipenjara. Hati-hati terhadap Penggembosan Aksi Sebelum Aksi GNPF MUI, ramai tersiar adanya upaya penggembosan aksi. HRS pun memberikan seruan agar umat atau peserta aksi waspada terhadap upaya penggembosan. AWAS PENGGEMBOSAN AKSI BELA ISLAM ... !!! 1.Presiden RI mengumpulkan Kapolda dan Pangdam seluruh Indonesia beserta jajaran militer dan polri lainnya di Istana untuk Pengamanan Pilkada serentak 2017, sekaligus Pengarahan "Penggembosan Aksi Bela Islam" untuk meredam Aksi Anti Ahok yang semakin meluas akibat Panistaan Agama. .... SEGERA LAKUKAN LANGKAH ANTISIPASI BERJUANG DAN BERDOALAH MOHON PERTOLONGAN ALLAH SWT (27 Oktober 2016) Pada tataran pertama, semua membangun seperangkat tanda pada lapisan pertama seperti tuturan tersebut. Pada tataran makna kedua (tataran konotasi), citra tersebut mengandung beberapa makna yang merepresentasikan bahwa harus ada kehati-hatian terhadap upaya penggembosan aksi bela Islam. Dugaan itu didasari bahwa Presiden RI mengumpulkan Kapolda dan Pangdam seluruh Indonesia beserta jajaran militer dan polri lainnya di Istana untuk pengamanan Pilkada serentak 2017. Selain itu, sekaligus pengarahan penggembosan Aksi Bela Islam untuk meredam aksi anti BTP yang semakin meluas akibat penistaan agama. Menurut HRS perlu segera lakukan langkah antisipasi berjuang dan berdoa memohon pertolongan Allah Swt. Berdasarkan dua tahapan pemaknaan tersebut dapat dimaknai bahwa HRS mempropagandakan adanya beragam upaya penggembosan aksi yang lebih dimotori oleh pemerintah. Propaganda itu menambah nuansa dramatis berlangsungnya aksi sekaligus menarik simpati umat tentang pelaksanaan aksi. Dukungan Aksi Makin Meluas Memainkan psikologi massa sangat penting dalam menggerakkan aksi yang melibatkan massa yang besar. Upaya menggaungkan pesan bahwa aksi meluas dan didukung dan diikuti banyak masyarakat penting untuk membentuk psikologi massa bahwa aksi itu didukung banyak masyarakat. ALLAHU AKBAR !!! PETISI DUKUNG MUI PENJARAKAN AHOK HAMPIR TEMBUS 100 RIBU TANDA TANGAN, AYO TERUS SEBARKAN! Sejak Petisi DUKUNG MUI PENJARAKAN AHOK digulirkan, dukungan dari masyarakat luar biasa. Hingga hari ini, Petisinya sudah mencapai angkat 91 ribu lebih. Alhamdulillah. Kami ucapkan terima kasih kepada Anda semua yang telah membubuhkan paraf dukungannya pada Petisi ini. Kami merencana untuk mencetak Petisi ini jika tembus angka 100 ribu dukungan dan menyerahkan kepada pihak-pihak yang terkait pada saat AKSI BELA ISLAM ii Tanggal 4 November mendatang. Karena itu, kami meminta Anda untuk terus menyebar dan menggalang dukungan Petisi ini. Informasi tambahan, saat ini para pendukung Ahok juga terus menggalang dukungan dan petisi untuk PEMBUBARAN MUI. Mereka bahkan menuduh MUI sebagai penebar kebencian, serta pemicu tindakan teror. Ayo kita Lawan! Paraf Petisi DUKUNG MUI PENJARAKAN AHOK Makna tataran pertama tuturan tersebut dapat diidentifikasi setiap penanda dalam citra ke dalam konsep-konsep yang setepat mungkin. Semua membangun seperangkat tanda pada lapisan pertama (denotasi) seperti isi tuturan tersebut. Pada tataran makna kedua (tataran konotasi), citra tersebut mengandung makna yang merepresentasikan bahwa petisi dukung MUI penjarakan Ahok hampir mencapai seratus ribu tanda tangan. HRS meminta umat Islam untuk terus menyebarkan info dukungan MUI untuk penjarakan BTP. HRS mengajak umat untuk paraf mendukung MUI memenjarakan BTP. Selain itu, HRS juga mengajak melawan upaya pendukung BTP karena terus menggalang dukungan dan petisi untuk pembubaran MUI. Pihak-pihak itu bahkan menuduh MUI sebagai penyebar kebencian dan pemicu tindakan teror. Berdasarkan pemaknaan tataran makna pertama dan kedua dapat dimaknai (ketiga) bahwa HRS mengajak masyarakat menandatangani petisi dukung MUI penjarakan BTP dan meminta umat untuk terus menyebarkan info dukungan MUI untuk memenjarakan BTP. Paraf tersebut sebagai bentuk dukungan terhadap MUI memenjarakan BTP. HRS juga mengingatkan bahwa adanya upaya menggalang dukungan dan petisi untuk pembubaran MUI. Para pendukung BTP bahkan menuduh MUI sebagai penebar kebencian dan pemicu tindakan teror. Menurut HRS hal itulah yang harus dilawan. Tuturan itu menambah nuansa dramatis berlangsungnya aksi sekaligus menarik simpati umat terhadap pelaksanaan aksi. HRS membangun ketakutan palsu tentang adanya upaya penggembosan aksi yang dilakukan pemerintahan Presiden Jokowi. BTP telah Melecehkan Pancasila Jelang Aksi GNPF MUI, HRS sangat vokal dalam menyampaikan pesan dalam akun Facebook, termasuk BTP telah melecehkan Pancasila. SUKMAWATI BELA AHOK YANG INJAK-INJAK PANCASILA "Sukmawati melaporkan Habib Rizieq dengan FITNAH "hina Pancasila", karena ingin numpang tenar dengan kasus basi dua tahun lalu, hanya untuk mengalihkan isu demi membela Ahok yang telah "injak-injak Pancasila". KASIHAAAN .... !!! Makna tataran pertama tuturan tersebut dapat diidentifikasi setiap penanda dalam citra ke dalam konsep-konsep yang setepat mungkin. Semua membangun seperangkat tanda pada lapisan pertama (denotasi) seperti isi tuturan tersebut. Pada tataran makna kedua (tataran konotasi), citra itu mengandung beberapa makna yang merepresentasikan bahwa Sukmawati membela Ahok yang telah melecehkan Pancasila. Sukmawati melaporkan HRS dengan fitnah menghina Pancasila karena ingin menumpang tenar dengan kasus (HRS) tahun lalu (2015). Hal itu hanya untuk mengalihkan isu demi membela BTP yang telah melecehkan Pancasila. Menurut HRS tindakan Sukmawati sungguh patut dikasihani. Berdasarkan pemaknaan tersebut dapat dipahami (makna ketiga) bahwa pernyataan HRS ingin mempropagandakan bahwa Sukmawati membela BTP yang telah menginjak-injak Pancasila. Sukmawati melaporkan HRS dengan fitnah menghina Pancasila karena ingin menumpang tenar dengan kasus (HRS) tahun lalu. Pelaporan yang dilakukan Sukmawati hanya untuk mengalihkan isu demi membela BTP yang telah melecehkan Pancasila. Pada tataran makna ketiga dapat dimaknai bahwa HRS mengajak masyarakat menandatangani petisi dukung MUI penjarakan BTP dan meminta umat Islam untuk terus menyebarkan info dukungan MUI untuk memenjarakan BTP. HRS juga mengingatkan bahwa adanya upaya menggalang dukungan dan petisi untuk pembubaran MUI karena dituduh sebagai penebar kebencian dan pemicu tindakan teror. Tuturan HRS itu termasuk teknik propaganda plain folks yang mengesankan HRS memposisikan dirinya seolah mewakili seluruh umat Islam. Memusnahkan Selebaran Prestasi BTP Isu penistaan agama yang dilakukan oleh BTP ikut memengaruhi elektabilitas BTP dalam kancah Pilkada DKI Jakarta 2017. Prestasi atau capaian-capaian kerja BTP seolah tertutup dengan isu penistaan agama. HRS sangat vokal menyerukan pemusnahan selebaran prestasi BTP. SERUAN IMAM BESAR FPI kepada NU & MUHAMMADIYAH Sebagai Ormas Islam Pendiri NKRI : "Ayo ..., turun bersama umat Islam ikut AKSI BELA AGAMA & NEGARA pada hari Jum'at 4 November 2016. Selamatkan Kedaulatan Hukum NKRI yang ingin dikangkangi Si Penista Agama dan para Pelindungnya." Makna tataran pertama tuturan tersebut dapat diidentifikasi setiap penanda dalam citra ke dalam konsep-konsep yang setepat mungkin. Semua membangun seperangkat tanda pada lapisan pertama (denotasi) seperti isi tuturan tersebut. Pada tataran makna kedua (tataran konotasi), citra itu merepresentasikan makna bahwa seruan (ajakan) HRS kepada NU dan Muhammadiyah sebagai Ormas Islam pendiri NKRI untuk turun bersama umat Islam ikut aksi bela agama dan negara pada hari Jumat 4 November 2016. HRS menyerukan untuk menyelamatkan kedaulatan hukum NKRI yang ingin dikuasai BTP dan para pelindungnya. Berdasarkan analisis kedua data tersebut dapat dipahami bahwa sebagai bentuk serangan baik adanya GNPF MUI. Menurut HRS ada upaya untuk mengalihkan dengan adanya selebaran yang berisi prestasi-prestasi Ahok. HRS meminta selebaran tersebut untuk dilenyapkan. Selanjutnya, seruan HRS kepada NU dan muhamadiyah untuk turun bersama umat Islam ikut aksi bela agama dan negara pada hari Jum'at 4 November 2016. HRS mempropagandakan perlunya aksi tersebut sebagai bentuk menyelamatkan kedaulatan hukum NKRI yang ingin dikuasai si penista agama (BTP) dan para pelindungnya. Seruan HRS termasuk glittering generality dengan propaganda menyelamatkan kedaulatan hukum NKRI untuk mengikat emosi massa umat Islam. Ajakan Turun Bersama Aksi Ajakan untuk turun bersama dalam aksi GNPF MUI masif disebarkan kepada masyarakat, melalui propaganda HRS berikut ini. SERUAN IMAM BESAR FPI. HABIB MUHAMMAD RIZIEQ SYIHAB. KEPADA PERUSAHAAN & KANTOR & SEKOLAH. Ayo ..., liburkan segenap pegawai, pekerja dan para pelajar mau pun mahasiswa, untuk turun bersama umat Islam ikut AKSI BELA AGAMA & NEGARA pada hari Jum'at 4 November 2016. Jangan biarkan Agama dinista. Jangan biarkan Hukum dihina. Jangan biarkan Negara dijajah (31 Oktober 2016) Makna tataran pertama tuturan tersebut dapat diidentifikasi setiap penanda dalam citra ke dalam konsep-konsep yang setepat mungkin. Semua membangun seperangkat tanda pada lapisan pertama (denotasi) seperti isi tuturan tersebut. Pada tataran makna kedua (tataran konotasi), citra itu merepresentasikan bahwa seruan Imam Besar FPI HRS kepada perusahaan, kantor, dan sekolah untuk meliburkan segenap pegawai, pekerja, dan para pelajar maupun mahasiswa untuk turun bersama umat Islam ikut aksi bela agama dan negara pada hari Jumat 4 November 2016 Jangan biarkan agama dinista, hukum dihina, dan negara dijajah. Berdasarkan analisis data-data tersebut dapat dipahami adanya propaganda agar seluruh elemen masyarakat terlibat dalam aksi. Propaganda suasana sebelum aksi begitu mencekam. Menjadikan masjid dan musholla sebagai benteng perjuangan. Tuturan HRS sebagai upaya pembentukan gambaran yang berlebihan terjakait aksi. Kapolri segera menangkap BTP. Jangan sampai Kapolri takut dengan presiden dan Partai Politik besar. Rakyat mendukung untuk menegakkan hukum dan selamatkan kedaulatan hukum NKRI. Seruan HRS termasuk glittering generality dengan propaganda menyelamatkan kedaulatan hukum NKRI untuk mengikat emosi massa umat Islam. Propaganda Presiden Gagal Memahami Situasi Dalam kasus penistaan agama yang dilakukan BTP, Presiden Jokowi ikut dibawa dalam pusaran isu, seperti dalam unggahan HRS berikut ini. JOKOWI GAGAL PAHAM SITUASI. Jokowi mendatangi Pimpinan Partai Politik untuk meredam Aksi 4 November 2016, karena di kepala Jokowi ada anggapan bahwa Aksi 4 November 2016 dibiayai Partai Politik. Jokowi mengira bahwa di belakang Aksi 4 November 2016 ada Partai Politik yang mengatur dan menggerakkan. Jokowi harus paham bahwa Aksi 4 November 2016 merupakan PANGGILAN ILAHI, karena Allah SWT yang menggerakkan hati umat Islam di berbagai daerah secara masif untuk membela Kitab Suci-Nya yang dinista. Ini adalah Aksi Jihad yang tidak bisa digerakkan oleh Ormas mana pun, apalagi oleh Partai Politik (1 November 2016) Makna tataran pertama tuturan tersebut dapat diidentifikasi setiap penanda dalam citra ke dalam konsep-konsep yang setepat mungkin. Semua membangun seperangkat tanda pada lapisan pertama (denotasi) seperti isi tuturan tersebut. Pada tataran makna kedua (tataran konotasi), citra tersebut merepresentasikan bahwa Presiden Jokowi mendatangi pimpinan partai politik untuk meredam Aksi 4 November 2016. Kunjungan-kunjungan itu dilakukan karena di kepala Jokowi ada anggapan bahwa Aksi 4 November 2016 dibiayai partai politik. (Presiden) Jokowi mengira bahwa di belakang aksi ada partai politik yang mengatur dan menggerakkan. Jokowi harus paham bahwa aksi merupakan panggilan ilahi, karena Allah Swt yang menggerakkan hati umat Islam di berbagai daerah secara masif untuk membela kitab suci-Nya yang dinista. Ini adalah aksi jihad yang tidak bisa digerakkan oleh ormas mana pun, apalagi oleh partai politik. Berdasarkan analisis tersebut HRS mempropagandakan bahwa Presiden Jokowi gagal memahami situasi yang berkembang. Menurut HRS berbagai langkah yang dilakukan presiden Jokowi sebagai sebuah kesalahan. Tuturan HRS termasuk teknik pemberian julukan negatif (name calling) untuk menjatuhkan Presiden Jokowi. Propaganda Aksi Sebuah Jihad Isu jihad sering dihembuskan untuk menggalang simpatisan yang berhubungan dengan agama Islam. Opini untuk ikut aksi sebagai sebuah aksi jihad juga digunakan untuk menggalang peserta aksi. Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan HARTA dan JIWAMU di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Seruan Imam Besar FPI Habib Muhammad Rizieq Syihab kepada segenap Hartawan yang Dermawan sebagai Garda Terdepan Jihad Harta Ayo ... infaqkan HARTA anda untuk membiayai transportasi dan konsumsi para peserta Aksi Bela Islam yang datang dari berbagai daerah. Jangan biarkan saudaramu yang telah siap korbankan JIWA RAGANYA terhambat ikut Aksi Bela Islam hanya karena tak memiliki Transportasi dan Konsumsi. Allaahu Akbar ... ! Allaahu Akbar ... !! Allaahu Akbar. Makna tataran pertama tuturan tersebut dapat diidentifikasi setiap penanda dalam citra ke dalam konsep-konsep yang setepat mungkin. Semua membangun seperangkat tanda pada lapisan pertama (denotasi) seperti isi tuturan tersebut. Pada tataran makna kedua (tataran konotasi), citra itu merepresentasikan bahwa seruan agar berangkat baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat. Ajakan kepada umat agar berjihad dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. HRS menyerukan kepada segenap hartawan yang dermawan sebagai garda terdepan jihad harta. HRS mengajak menginfakkan harta untuk membiayai transportasi dan konsumsi para peserta aksi yang datang dari berbagai daerah. HRS memperingatkan jangan sampai membiarkan peserta yang telah siap mengorbankan jiwa raganya terhambat ikut Aksi Bela Islam hanya karena tidak memiliki transportasi dan konsumsi. Makna propaganda merepresentasikan bahwa Aksi Bela Islam bukan aksi anti-China dan bukan aksi anti Kristen, serta bukan juga aksi SARA, melainkan semata-mata merupakan aksi antipenistaan agama. Aksi bela Islam tidak pernah mencaci atau menghina agama apa pun, dan tidak pernah juga mencaci atau menghina Tuhan mau pun Berhala yang disembah agama mana pun. Menurut HRS Aksi Bela Islam hanya mencaci dan menghina orang yang mencaci dan menghina Alquran. Aksi Bela Islam adalah Aksi mengagungkan Allah Swt dan memuliakan Rasulullah Saw. Bagi HRS aksi itu menyucikan Alquran dan menjaga kehormatan Islam beserta umatnya. Selain itu sekaligus merupakan aksi untuk merajut keharmonisan hubungan antarumat beragama. HRS mengajak tahajud pada malam Jumat. untuk menyambut aksi bela Islam Jum'at 4 November 2016 diserukan kepada segenap umat Islam agar pada malam Jumat sebelum aksi digelar agar bangun malam, salat tahajjud, membaca Alquran, membaca dzikir dan doa, membaca Hizb An-Nashr susunan Imam Asy-Syadzali dan Imam Al-Haddad, memperbanyak sholawat. Tuturan HRS termasuk glittering generality dan band wagon dengan menggunakan nada positif bahwa aksi sebagai sebuah jihad sehingga bagi yang tidak setuju akan langsung mendapat cap anti agama Islam. Kesatuan Makna Propaganda Berdasarkan keseluruhan analisis makna tersebut dapat diambil sebuah kesatuan makna adanya propaganda HRS bahwa BTP seorang penista agama Islam dilaporkan terkait pidatonya di Kepulauan Seribu yang menyinggung QS AlMaidah ayat 51, melecehkan sahabat, tabi’in, tabi’it tabi’in, para ulama dan para dai, serta menghina seluruh umat Islam. Masyarakat patut mempertanyakan pembiaran dan pelepasan kepolisian terhadap seorang penista agama (BTP). Seluruh umat Islam wajib menentang BTP dan menekan pihak yang berwajib untuk segera menindak dan memenjarakan BTP. Beragam upaya penggembosan aksi yang dimotori oleh pemerintahan Presiden Jokowi. Dukungan aksi sudah meluas untuk itu masyarakat perlu menandatangani petisi dukung MUI memenjarakan BTP. Umat Islam perlu terus menyebarkan info dukungan MUI untuk memenjarakan BTP. Pada sisi lain, para pendukung BTP menggalang dukungan dan petisi untuk pembubaran MUI. Para pendukung BTP bahkan menuduh MUI sebagai penyebar kebencian, serta pemicu tindakan teror. Hal itulah yang harus dilawan. BTP telah melecehkan Pancasila. Sukmawati membela BTP yang telah melecehkan Pancasila. Sukmawati melaporkan HRS dengan fitnah menghina Pancasila. Pelaporan itu hanya untuk mengalihkan isu demi membela BTP. Banyaknya isu yang meliputi BTP, ada upaya pendukungnya dengan membuat selebaran-selebaran tentang prestasi-prestasi BTP. Untuk itu, umat Islam perlu segera memusnahkan selebaran prestasi BTP. Selebaran-selebaran itu merupakan serangan balik adanya GNPF MUI. NU dan Muhamadiyah perlu bersama umat Islam mengikuti aksi. Aksi itu sebagai bentuk menyelamatkan kedaulatan hukum NKRI yang ingin dikuasai penista agama (BTP) dan para pelindungnya. Seluruh elemen masyarakat terlibat dalam aksi. Menjadikan masjid dan musholla sebagai tempat perjuangan. Kapolri perlu segera menangkap BTP. Jangan sampai Kapolri takut dengan presiden dan partai politik besar. Rakyat mendukung Polri untuk menegakkan hukum. Panglima TNI jangan menembak pendemo. Presiden Jokowi dinilai gagal memahami situasi. Aksi yang dilakukan merupakan bentuk revolusi damai untuk membela agama dan negara. Aksi yang dilakukan bukan anti-China, antietnis, anti-Kristen, antikebhinekaan, bukan anti-SARA dan aksi Pilkada. Peserta aksi perlu mewaspadai penggembosan aksi dan berhati-hati terhadap provokasi. Aksi yang dilakukan tidak ada yang mendanai, hal itu merupakan campur tangan Allah. Berdasarkan keseruhan analisis terhadap unggahan HRS jelang aksi GNPF MUI 4 September 2017, menunjukkan bahwa selain secara substansi, terdapat penanda yang menguatkan sebagai propaganda. Tututran HRS termasuk propaganda karena HRS selaku pihak yang secara sengaja melakukan penyebaran pesan untuk mengubah sikap dan perilaku sasaran propaganda. Unggahan HRS dilakukan secara kontinyu sampai dengan detik menjelang aksi GNPF MUI 2017. Dalam unggahan HRS terdapat proses penyampaian, gagasan, kepercayaan, bahkan doktrin. Bagi pihak yang berseberangan dengan pendapat HRS, tuturan-tuturan HRS mempunyai tujuan mengubah pendapat, sikap, perilaku individu atau kelompok lain yakni demi memenjarakan BTP. Selain itu ditegarai ada keterkaitan dengan perkembangan politik saat itu terkait Pilkada DKI Jakarta sebagai upaya menjegal pencalonan BTP sebagai Gubernur. Tututran HRS itu pun tentunya dilakukan secara sadar yang disebarkan melalui akun media sosial Facebook. Secara fungsi unggahan HRS tersebut dapat dimaknai sebagai propaganda bagi pihak-pihak yang memandang aksi-aksi yang dilakukan sarat dengan kepentingan. Sebaliknya, bagi pihak-pihak yang memandang seruan-seruan HRS sebagai sebuah kebenaran, maka unggahan HRS bukanlah sebuah propaganda melainkan sebuah penyemangat. Hal itu sama halnya dengan terbelahnya pandangan masyarakat Indonesia dalam memandang persoalan yang membelit BTP. Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ahmad Najib Burhani (Putra, 2016) mengatakan, terdapat kepentingan politik, baik untuk jangka pendek ataupun panjang dalam kasus Ahok. Dalam hal ini untuk kepentingan Pilkada ataupun Pilpres 2019 nanti. Ada sebagian pihak, yang memanfaatkan kasus Ahok , agar bisa kembali berkuasa. Kalau bicara teori politik, yang berkuasa ingin selalu berkuasa. Berkuasa itu bukan hanya dia menjabat atau tidak, tapi paling tidak, dia tidak terusik. Yang jelas beberapa orang memiliki power, ekonomi mapan, kekuasaan mapan, ingin terus bertahan. Ada beberapa kelompok, yang memprotes Ahok, terlihat memihak salah satu pasangan di Pilkada DKI 2017. Kita bisa melihat berapa orang dari elemen kegiatan kemarin, ada yang memihak. Hal ini menjadi tidak baik untuk politik Indonesia ke depannya. Sebab, lanjut dia, akan ada yang menggunakan isu agama untuk kepentingan politik. Sesuatu yang mengerucut tidak terkontrol, tidak baik secara politik. Karena akan memanfaatkan isu agama terus. PENUTUP Tuturan HRS merupakan kategori propaganda. Hal itu mengekspresikan sikap terhadap dugaan kasus penistaan agama yang dilakukan BTP. HRS melemparkan beragam propaganda yang intinya agar BTP telah menistakan agama Islam terkait pidatonya di Kepulauan Seribu yang menyinggung QS Al-Maidah ayat 51. Seluruh umat Islam harus berjihad bersatu padu menentang dan menekan pihak berwajib untuk segera memenjarakan BTP. Beragam propaganda itu disebarluaskan para pendukung HRS. Hal itu semakin menguatkan dampak propaganda yang ingin dibentuk HRS dalam unggahan-unggahan di Facebooknya. Padahal kasus penistaan agama tersebut mengandung pro dan kontra, setuju atau tidak setuju di kalangan masyarakat utamanya umat Islam. Selain itu, dugaan kasus penistaan agama yang dilakukan BTP bersangkutan dengan masyarakat Indonesia, terlebih lagi menjadi isu nasional. DAFTAR PUSTAKA Arifin, S. (2016). Aktor dan Isu Aksi Massa 411. Retrieved from http://majalahsedane.org/2016/11/aktor-dan-isu-dalam-aksi-massa-411/ Budiman, K. (2002). Membaca Mitos Bersama Roland Barthes: Analisis Wacana dengan Pendekatan Semiotik. In K. Budiman (Ed.), Analisis Wacana: Dari Linguistik Sampai Dekonstruksi (I, pp. 83–108). Yogyakarta: Pusat Studi Kebudayaan UGM. Djajasudarma, T. F. (1993). Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. (W. Nadeak, Ed.) (I). Bandung: PT Eresco. KBBI Daring. (2016). Retrieved February 15, 2016, from http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php Kusno, A. (2017). Analisis Wacana Percakapan Warga dalam Grub Facebook Bubuhan Samarinda: Identifikasi Potensi KOnflik Sosial. Masyarakat Dan Budaya, Volume 19 , 89–104. Retrieved from http://jmb-lipi.or.id/index.php/jmb/article/view/391 Moleng, L. J. (1994). Metodologi Penelitian Kualitatif (25th ed.). Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Propaganda. (2017). Retrieved October 1, 2017, from https://id.wikipedia.org/wiki/Propaganda Putra, P. M. S. (2016). Peneliti LIPI Sebut Ada Kepentingan Politik di Kasus Ahok. Retrieved November 13, 2017, from http://news.liputan6.com/read/2682978/peneliti-lipi-sebut-ada-kepentingan-politik-di-kasus-ahok Thornborrow, J. (2006). Bahasa dan Media. In L. T. dan S. Wareing (Ed.), Bahasa, Masyarakat, & Kekuasaan (p. 78). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Wareing, S., & Jones, J. (2007). Bahasa dan Politik. (L. dan S. W. Thomas, Ed.) (I). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Wasono, S. (2006). Sastra Propaganda (I). Jakarta: Wedatama Widya Sastra. *Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Linguistik UGM 2017
0 Comments
Leave a Reply. |
ARSIP MAKALAH
November 2018
KATEGORI
All
|