ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan beragam makna asosisasi pornografi dalam 200 cuitan Ongen antara tanggal 12—14 Desember 2015. Sebagai sebuah wacana, pengungkapan makna cuitan tersebut secara lengkap harus mempertimbangkan situasi tutur, baik yang bersifat lingual maupun nonlingual. Pendekatan untuk analisis wacana tersebut dengan semiotik. Data penelitian ini berupa cuitan Ongen. Teknik analisis data menggunakan model interaktif. Hasil kajian terungkap beragam asosiasi pornografi, yakni asosiasi tentang: prostitusi; lokalisasi; alat kelamin wanita; sensualitas tubuh wanita; ekploitasi alat vital; rangsangan seksual; hubungan seks; JKW telah melakukan transaksi seks dengan NM; JKW ‘doyan’ (seks) dengan NM; JKW terangsang dan kebelet untuk berhubungan seks dengan NM; dan JKW suka alat vital wanita. Beragam asosiasi pornografi tersebut membentuk satu kesatuan makna yang menguatkan adanya unsur pornografi dalam cuitan Ongen. Kata kunci: asosiasi, pornografi, Ongen PENDAHULUAN Kasus hukum yang bermula dari media sosial makin marak di Indonesia. Salah satu kasus yang menarik perhatian publik pada akhir tahun 2015 yakni kasus yang menjerat Yulianus Pangonan alias Ongen, pemilik akun Twitter @ypaonganan. Ongen dituduh menyebarkan konten pornografi dan pencemaran nama baik Presiden Jokowi. Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan hari Selasa (19/4/2016) menggelar sidang perdana kasus tersebut (Okezone.com: 2016). Ongen didakwa JPU, Abdul Kadir Sangadji SH, melanggar Pasal 27 terkait penghinaan di media sosial. Selain itu, Ongen juga didakwa melanggar Pasal 4 ayat 1 No. 44/2008 tentang Pornografi dengan ancaman penjara 12 tahun (Beritagar.id: 2016). Dakwaan tersebut terkait 200 cuitan Ongen antara tanggal 12—14 Desember 2015. Banyak pihak meminta kasus tersebut dihentikan karena tuduhan terhadap Ongen dipandang tidak sesuai. Yusril Ihza Mahendra, kuasa hukum Ongen, mengatakan dakwaan terhadap Ongen terkesan dipaksakan. Yusril keberatan jika foto Presiden Jokowi (JKW) bersama Nikita Mirzani (NM) yang disebarkan Ongen disebut sebagai pornografi. Senada dengan Yusril, Prof. Dr. H. Hanafie Sulaiman, M.A. menyebutkan bahwa kata lonte dalam hastag #PapaDoyanLonte tidak ada unsur pornografi (Sindonews.com: 2016). Pandangan itu dikuatkan Dr. Ferry Rita, pakar Semiotik dari Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah. Fery Rita berpendapat secara simbolisasi, foto NM dan JKW tidak mengandung unsur porno, baik dari sisi unsur kinesik, karena dalam foto tersebut sorotan mata biasa tidak ada lirikan mesra, gerakan tangan juga biasa, tidak ada raba-meraba, raut wajah sang artis tidak merona merah, gerakan tubuh normal tidak ada pelukan, atau rangkul-merangkul. Jadi tidak ada tanda-tanda atau fenomena yang dapat dikonotasikan bahwa keduanya seperti orang lagi kasmaran, apalagi bersetubuh tidak terjadi. Kode responsorial yang dibagikan Ongen hanyalah suatu frase respon spontanitas semata-mata. Sementara dari sisi ikonisasi maka bisa ditarik ke paha. Menurutnya, itu sebuah validitas tanda. Ikon pada paha Nikita bertato tidak representatif menimbulkan nafsu birahi. Bahkan sebaliknya, konteks kata ini memiliki nuansa pengertian semiosis yang jelas berbeda (Merdeka.com, 2016). Penulis memiliki penilaian yang berbeda terkait kasus tersebut. Oleh karena itu, sangat menarik untuk mengungkap muatan linguistik cuitan Ongen untuk membuktikan ada tidaknya pelanggaran. Perlu diketahui, timbulnya sebuah makna pornografi tidak bisa lepas dari asosiasi yang terbentuk dalam benak pembaca. Makna asosiasi berhubungan dengan nilai-nilai moral dan pandangan hidup yang berlaku di masyarakat bahasa yang berhubungan juga dengan nilai rasa bahasa (Chaer (2002). Dengan demikian, untuk memaknai cuitan Ongen, selain unsur bahasa (lingual) yang berupa kata-kata, juga harus memperhatikan hal di luar bahasa (nonlingual). Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah asosiasi pornografi apa saja yang terbentuk dalam 200 cuitan Ongen antara tanggal 12—14 Desember 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan beragam asosiasi pornografi yang muncul dalam 200 cuitan Ongen antara tanggal 12—14 Desember 2015. Hasil penelitian bermanfaat sebagai bahan masukan bagi pihak terkait dalam mengungkap pelanggaran Ongen. TEORI & METODE PENELITIAN Menurut Yuniawan (2005: 286-289) pornografi mengandung erotisme, tetapi tidak semua erotisme itu mengandung pornografi. Erotisme lebih mengarah kepada penggambaran perilaku, keadaan atau suasana yang didasari oleh libido atau keinginan seksual, sedangkan pornografi lebih cenderung pada penekanan tindak seksual untuk membangkitkan nafsu birahi. Pengertian pornografi dalam KBBI (Kemdikbud, 2016) adalah penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu berahi. Ada indikasi yang diakibatkan pornografi berupa bangkitnya nafsu berahi seseorang. Bangkitnya nafsu tersebut sebagai akibat dari melihat atau mendengar gambaran tingkah laku yang erotis melalui berbagai media baik lukisan maupun tulisan. Sedangkan, Pornografi dalam pasal 1 ayat 1, Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Tiga definisi pornografi tersebut memiliki dua kesamaan. Pertama, kesamaan adanya penggambaran tindak/tingkah laku erotis yang disebarkan dalam berbagai bentuk (gambar, tulisan, dan sebagainya). Kedua, kesamaan adanya akibat berupa meningkatnya nafsu berahi (pendengar maupun pembaca). Dalam Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008, ada tambahan pengertian pornografi berupa batasan pornografi yang didasarkan unsur pelanggaran norma kesusilaan dalam masyarakat. Hal itu membantu dalam identifikasi pornografi karena penafsiran masing-masing individu berbeda. Selain pornografi, juga ada definisi asosiasi pornografi. Asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan keadaan di luar bahasa (Chaer, 2002: 72). Lebih lanjut disampaikan Chaer (2002: 72) bahwa makna asosiasi berhubungan dengan nilai-nilai moral dan pandangan hidup yang berlaku di masyarakat bahasa yang berhubungan juga dengan nilai rasa bahasa. Dasar pertimbangannya adalah nilai kesusilaan dan pandangan hidup masyarakat yang akan memengaruhi nilai rasa sebuah bahasa. Pengertian asosiasi dalam KBBI (http://kbbi.web.id) merupakan tautan dalam ingatan pada orang atau barang lain; pembentukan hubungan atau pertalian antara gagasan, ingatan, atau kegiatan pancaindra. Timbulnya asosiasi seseorang terkait dengan tautan ingatan pada orang atau barang setelah melihat atau mendengar sesuatu. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa asosiasi pornografi merupakan pertautan dalam diri seseorang setelah melihat atau mendengar suatu objek sehingga mengarahkan pada ingatan tentang hal-hal yang dapat membangkitkan berahi seksual seseorang dan bertentangan dengan norma kesusilaan dalam masyarakat. Cuitan Ongen termasuk sebuah wacana. Wacana menurut Kridalaksana (Wijana, 2002: 66) membawa amanat yang lengkap. Anamat wacana linguistik bergantung konteksnya yang bersifat lingual (linguistic context) maupun konteks nonlingual (nonlinguistic context). Konteks tersebut menurut Leech (1983) disebut situasi tutur. Verhaar dalam Wijana (2002: 59) mengatakan bahwa analisis wacana bersangkutan dengan penganalisisan hubungan antara kalimat-kalimat yang utuh. Analisis dilakukan untuk mengetahui amanat dengan mengaitkan situasi tutur. Untuk dapat mengetahui makna dalam analisis makna, salah satu pendekatan yang bisa digunakan adalah pendekatan semiotik. Roland Barthes mengungkapkan bahwa semiotik (Budiman, 2002: 95) terarah pada wacana khusus yang disebut mitos (miyth). Secara semiotis, kewacanaan yang disebut sebagai sistem semiologis tingkat kedua, a second order semiological system. Pada tataran bahasa (language), yakni sistem semiologis tingkat pertama, penanda-penanda berhubungan dengan petanda-petanda sedemikian sehingga menghasilkan tanda. Hubungan itu dinamakan sebagai signifikasi. Tanda-tanda pada tataran pertama ini pada gilirannya menjadi penanda-penanda yang berhubungan pula dengan petanda-petanda pada tataran kedua. Pada tataran signifikasi lapis kedua inilah mitos bersemayam. Aspek material mitos, yakni penanda-penanda pada the second order semiological system itu, dapat disebut sebagai retorik tanda pada sistem pertama, sementara petanda-petandanya sendiri dapat dinamakan sebagai (fragmen) ideologi (Budiman, 2002: 95). Menurut Budiman (2002: 95) apa yang disebut oleh Barthes sebagai mitos tidak lain adalah wacana berkonotasi, wacana yang memasuki lapisan konotasi dalam proses signifikasinya. Penggunaan semiotik dalam analisis wacana dapat mengungkapkan makna di balik makna yang disampaikan. Terdapat tiga penelitian tentang asosiasi pornografi yang relevan dengan penelitian ini. Pertama, Teknik Penciptaan Asosiasi Pornografi dalam Wacana Humor Indonesia (Yuniawan, 2005: 291-292). Dalam penelitian tersebut dikemukakan beberapa teknik penciptaan asosiasi pornografi dalam wacana humor Indonesia mencakup teknik ganda, teknik metafora, teknik tebakan, dan eufimisme. Kedua, Kusno (2004) dalam skripsi berjudul Asosiasi Pornografi pada Iklan di Televisi. Dalam penelitian tersebut diungkapkan kekhasan dan dampak yang ditimbulkan iklan-iklan yang berasosiasi pornografi dalam iklan di televisi. Ketiga, Kusno (2015) dalam artikel jurnal Asosiasi Pornografi pada Lirik Lagu Campur Sari, mendeskripsikan karakteristik kirik lagu campur sari yang berasosiasi pornografi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini deskriptif kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan tentang sifat individu, keadaan, gejala dari kelompok tertentu yang dapat diamati (Moleong, 1994: 6). Penelitian ini berhubungan dengan pemakaian bahasa dalam 200 cuitan Ongen antara tanggal 12—14 Desember 2015. Penelitian ini mengunakan pendekatan semiotik. Pengumpulan data menggunakan analisis dokumen (Mulyana, 2010: 195). Dalam pengumpulan data menggunakan teknik catat transkrip cuitan Ongen. Sedangkan teknik analisa data menggunakan model interaktif, seperti yang dikemukakan Miles & Huberman (2007:19—20), terdiri atas tiga komponen analisis yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan atau verivikasi. Aktivitas ketiga komponen itu dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data. TEMUAN & PEMBAHASAN Asosiasi pornografi dapat timbul karena pertautan dalam diri pembaca setelah melihat atau membaca cuitan Ongen. Cuitan-cuitan Ongen mengarahkan ingatan pembaca tentang hal-hal yang dapat membangkitkan birahi seksual dan bertentangan dengan norma kesusilaan dalam masyarakat Indonesia. Timbulnya asosiasi pornografi cuitan Ongen, dipengaruhi penggunaan unsur lingual yang didukung unsur nonlingual. Unsur utama nonlingual timbulnya asosiasi pornografi dalam cuitan Ongen adalah foto (JKW dan NM) yang diunggah Ongen. Dalam foto tersebut NM menggunakan pakaian pendek mengekpos bagian paha. Ketika ada foto JKW bersampingan dengan artis NM, disertai beragam cuitan dengan kata ‘papa,’ secara umum pembaca berasosiasi bahwa ‘papa’ yang dimaksud dalam beragam cuitan tersebut adalah JKW. Seandainya kesimpulan berbeda tentang siapa ‘papa,’ tetap saja tidak menghilangkan dugaan makna asosiasi pornografi yang ditimbulkan. Unsur nonlingual lain berupa nilai-nilai moral dan pandangan hidup di masyarakat Indonesia menjadi pertimbangan ukuran kepatutan cuitan Ongen. Unsur nonlingual yang juga tidak bisa dipisahkan, yakni konteks saat cuitan itu muncul, yakni sedang hangat-hangatnya kasus prostitusi artis yang diduga melibatkan artis NM. Berikut ini beragam asosiasi pornografi dalam 200 cuitan Ongen antara tanggal 12—14 Desember 2015. Asosiasi ProstitusiKata-kata yang berasosiasi dengan prostitusi terdapat dalam cuitan Ongen . Kata-kata yang terkait dengan prostitusi tersebut terdapat dalam data berikut: (1) Hei Lonte Sosmed @PartaiSocmed kalo booking semalam brp bayarannya med..?; (2) Siapa germo si LONTE SOCMED @PartaiSocmed ini...? ada yg tahu..? (3) Lonte Sosmed lagi uring-uringan ga ada bookingan; (4) Kasihan dia lagi frustasi... aku katai lonte sosmed utk ksh makan anak bininya dari hasil ngelonte di sosmed; (5) Memed ngerasa diri jadi papa... lonte koq doyan lonte. Kata-kata terkait prostitusi dalam cuitan Ongen tersebut, yakni lonte, bookingan, germo, dan ngelonte. Seseorang setelah membaca cuitan tersebut dapat mempertautkan dalam diri yang mengarahkan pada ingatan tentang prostitusi. Asosiasi terkait prostitusi tersebut dapat membangkitkan berahi seksual sekaligus melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Asosiasi Tempat Prostitusi/LokalisasiAsosiasi lokalisasi prostitusi terdapat dalam cuitan Ongen, yakni: (6) Woalah ternyata dulu #PapaDoyanLonteDolly. Dalam cuitan tersebut dapat dimaknai JKW ‘doyan’ (suka) lonte Dolly (salah satu bekas lokalisasi di Surabaya). Cuitan tersebut mengarahkan ingatan pembaca tentang tempat prostitusi di Dolly Surabaya. Cuitan tersebut juga membentuk asosiasi bahwa JKW suka dengan lonte yang ada di lokalisasi Dolly. Setelah membaca cuitan tersebut, dapat mengarahkan pada ingatan seseorang tentang Dolly sebagai tempat prostitusi dan berkunjung ke Dolly untuk bertransaksi dengan lonte. Hal itu dapat membangkitkan berahi seksual pembaca dan bertentangan dengan norma kesusilaan. Asosiasi Alat Kelamin WanitaDalam cuitan Ongen terdapat kata-kata yang berasosiasi dengan bagian alat kelamin wanita. Kata-kata tersebut seperti dalam data berikut: (7) Kalo hestek #papaDoyanitil kira2 yg merasa terhina siapa ya...? (8) Satpull pepeek kalik ah. Dalam data (7) dan (8) tersebut terdapat penggunaan kata yang merujuk pada bagian alat kelamin wanita, yakni kata itil dan pepeek. Itil dalam KBBI (Kemdikbud, 2016) diartikan klitoris sedangkan pepek dalam KBBI (Kemdikbud, 2016) diartikan sebagai kemaluan perempuan. Setelah membaca cuitan tersebut seseorang akan mempertautkan dalam diri yang mengarahkan pada ingatan tentang klitoris dan kemaluan wanita. Hal itu merupakan bentuk kecabulan atau eksploitasi seksual yang membangkitkan berahi seksual pembaca sekaligus melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Asosiasi Sensualitas Tubuh WanitaAsosiasi sensualitas tubuh wanita terdapat dalam cuitan Ongen. Kata-kata dalam cuitan Ongen yang terkait dengan sensualitas tubuh wanita, yakni (9) Widih duren montong; (10) Duh paha lonte itu ada tattonya di pahanya euy...apa namanya nikita pudjiastuti...? Dalam data (9) tersebut Ongen menggunakan widih duren montong dengan gambar artis NM menggunakan pakaian ketat putih menonjolkan payudaranya (saat diperiksa kepolisian). Kombinasi tersebut membentuk asosiasi pembaca tentang payudara NM yang besar seperti durian montong (yang terkenal besar-besar). Sedangkan dalam data (10) Ongen memberikan penekanan pada Duh paha lonte itu ada tattonya di pahanya euy. Hal itu membentuk asosiasi terkait sensualitas tubuh NM pada bagian paha. Kedua cuitan tersebut sama-sama memuat asosiasi sensualitas tubuh NM yang dapat membangkitkan berahi seksual pembaca. Asosiasi Ekploitasi Alat Vital Asosiasi eksploitasi alat vital terdapat dalam cuitan Ongen. Asosiasi tersebut ada dalam data berikut ini: (11) Coba cek bijimu... msh ada gak dek; (12) sentil biji si lonte sosmed. Dalam data tersebut cuitan Ongen jelas-jelas membentuk asosiasi eksploitasi alat vital dengan, cek bijimu dan sentil biji si lonte sosmed. Biji dalam cuitan Ongen tersebut dapat diasosiasikan biji laki-laki (buah zakar) atau biji perempuan (klitoris). Setelah membaca cuitan tersebut seseorang dapat mempertautkan dalam diri yang mengarahkan pada ingatan tentang eksploitasi buah zakar maupun klitoris. Hal itu dapat membangkitkan birahi seksual sekaligus melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Asosiasi Rangsangan SeksualAsosiasi rangsangan seksual terdapat dalam cuitan Ongen. Asosiasi tersebut terdapat dalam data berikut: (13) Oh nikita; (14) Oh nikita kamu centil deh; (15) Oh nikita pahamu itu loh... Dalam data (13), (14), dan (15) tersebut secara berturut-turut dengan disertai visualisasi gambar foto JKW dan NM, membentuk asosiasi bahwa JKW terangsang keberadaan NM di sampingnya. Cuitan tersebut sekaligus mengarahkan ingatan pembaca dengan rangsangan seksual yang dapat membangkitkan birahi. Cuitan tersebut juga melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Asosiasi Hubungan SeksAsosiasi melakukan hubungan seksual terdapat dalam cuitan Ongen. Asosiasi tersebut terbentuk dalam cuitan: (16) papa main lonte. Dengan rujukan pada foto JKW dan NM, cuitan tersebut membentuk sebuah asosiasi bahwa JKW main (berhubungan seksual) dengan lonte (NM). Tulisan tersebut memuat kecabulan yang membangkitkan berahi seksual dan melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Asosiasi JKW Telah Melakukan Transaksi Seks dengan NMOngen membuat cuitan yang berasosiasi bahwa JKW melakukan transaksi seks dengan NM. Asosasi tersebut terdapat dalam cuitan berikut: (17) Ketika nikita mirzani ditangkap krn transaksi sex... lalu apa dibenak kelen lihat foto ini...? Ongen dalam cuitan tersebut terkesan mengajak pembaca berasosiasi bahwa JKW telah melakukan transaksi seks dengan NM. Setelah membaca cuitan tersebut seseorang dapat mempertautkan dalam diri yang mengarahkan pada ingatan tentang sebuah transaksi seks. Cuitan tersebut membangkitkan birahi seksual pembaca dan melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Asosiasi JKW ‘Doyan’ (Seks) dengan NMAsosiasi JKW ‘doyan’ (seks) dengan NM terdapat dalam cuitan Ongen, yakni: (18) Kamu anak papa ya... si papa yg doyan lonte itu...? Cuitan tersebut menimbulkan asosiasi bahwa JKW (papa) ‘doyan’ terkait dengan seks bersama lonte (NM). Setalah membaca cuitan itu seseorang dapat mempertautkan dalam diri yang mengarahkan diri tentang asosiasi JKW ‘doyan’ (seks) dengan NM. Cuitan tersebut memuat kecabulan yang membangkitkan birahi seksual sekaligus melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Asosiasi JKW Terangsang dan Kebelet untuk Berhubungan Seks dengan NMDalam cuitan Ongen terdapat kata-kata yang berasosiasi bahwa JKW terangsang dan kebelet untuk berhubungan dengan NM. Asosiasi itu muncul dalam hastag berikut: (19) #PapaKebeletLonte#PapaKebeletLonte. Cuitan tersebut menimbulkan makna bahwa JKW terangsang dan kebelet berhubungan seks dengan NM. Cuitan tersebut jelas-jelas memuat kecabulan yang membangkitkan berahi seksual dan melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Selain itu juga membentuk kesatuan makna bahwa JKW sudah lama saling mengenal dengan NM. Hubungan keduanya termasuk hubungan khusus yang tidak jauh-jauh dari hal-hal terkait prostitusi. Asosiasi JKW Suka Alat Vital WanitaDalam cuitan Ongen terdapat hastag yang berasosiasi bahwa JKW suka alat vital wanita. Asosiasi tersebut muncul dalam hastag (20) #Papa doyan itil. Hastag tersebut membentuk asosiasi bahwa JKW (Papa) doyan (suka) dengan itil (klitoris). Cuitan tersebut memuat kecabulan yang membangkitkan birahi seksual sekaligus melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. SIMPULAN & SARAN
Berdasarkan hasil kajian terungkap beragam makna asosiasi pornografi, yakni asosiasi prostitusi; asosiasi tempat prostitusi/lokalisasi; asosiasi alat kelamin wanita; asosiasi sensualitas tubuh wanita; asosiasi ekploitasi alat vital; asosiasi rangsangan seksual; asosiasi hubungan seks; asosiasi JKW telah melakukan transaksi seks dengan NM; asosiasi JKW ‘doyan’ (seks) dengan NM; asosiasi JKW terangsang dan kebelet untuk berhubungan seks dengan NM; dan asosiasi JKW suka alat vital wanita. Beragam asosiasi pornografi tersebut dapat membentuk satu kesatuan makna yang menguatkan adanya unsur pornografi dalam dalam 200 cuitan Ongen antara tanggal 12—14 Desember 2015. Beragam asosiasi tersebut timbul dalam diri seseorang setelah membaca unsur lingual dengan dikaitkan dengan unsur nonlingual. Hal itu mengarahkan pembaca pada ingatan tentang hal-hal yang dapat membangkitkan berahi seksual. Selain itu tentunya asosiasi pornografi tersebut bertentangan dengan norma kesusilaan dalam masyarakat. Beragam asosiasi tersebut ada beberapa yang terkait langsung dengan Presiden Jokowi. Pembentukan asosiasi pornografi yang terkait dengan Presiden Jokowi tentunya dapat pula masuk kategori penghinaan dan pencemaran nama baik. Apakah dugaan makna-makna asosiasi pornografi tersebut termasuk pelangaran, pornografi dan pencemaran nama baik, atau tidak? Proses pengadilan akan membuktikan. Niat Ongen sebenarnya baik. Mengkritisi kebijakan pemerintah yang menurutnya kurang pas. Hanya saja, ada satu hal yang harus diingat Ongen. Sebagai orang yang berpendidikan, tentu sudah mengetahui bahasa yang pas dan pantas dalam mengkritik. Memang, rasa benci kadang menumpulkan nilai rasa bahasa ketika mengkritik. Semoga kasus ini dapat menjadi pelajaran bersama. Mari memberikan kritikan yang membangun. Bukan kritikan kebablasan yang cenderung menghina dan melecehkan, terlebih kepada kepala negara. DAFTAR PUSTAKABudiman, Kris. 2002. “Membaca Mitos Bersama Roland Barthes: Analisis Wacana dengan Pendekatan Semiotik”. Kris Budiman (penyunting). Analisis Wacana dari Linguistik sampai Dekonstruksi. Pusat Studi Kebudayaan UGM. Yogyakarta. Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Kemdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring. http://badanbahasa.kemdikbud.go.id. diakses pada tanggal 3 Mei 2016. Kusno, Ali. 2004. “Asosiasi Pornografi pada Iklan di Televisi”. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Kusno, Ali. 2015. Asosiasi Pornografis pada Lirik Lagu Campur Sari.” Dalam Metalingua: Jurnal Penelitian Bahasa. Volume (13). hlm.: 1—12. Miles, Matthew B. dan A. Micheal Huberman. 2007. Analisis Data Kualitatif. (terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi). Jakarta: UI-Press. Mulyana, Deddy. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Moleong, L. J. 1994. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Wijana. 2002. “Wacana dan Pragmatik”. Kris Budiman (penyunting). Analisis Wacana dari Linguistik sampai Dekonstruksi. Pusat Studi Kebudayaan UGM. Yogyakarta. Yuniawan, Tommi. “Teknik Penciptaan Asosiasi Pornografi dalam Wacana Humor Bahasa Indonesia”. Dalam Humaniora. Volume (17). hlm.: 295-292. Penulis Ali Kusno Makalah telah dipresentasikan dalam Seminar SETALI UPI 2016
0 Comments
Leave a Reply. |
ARSIP MAKALAH
November 2018
KATEGORI
All
|